Beberapa hari ini saya
sering melihat potongan cerita sebuah “FTV” di salah satu stasiun TV. “FTV” itu
berkisah tentang keluarga-keluarga seorang uztad ternama yang baru saja
meninggal, bagaimana keluarga tersebut menghadapi kehilangan itu dan merayakan
Idul Fitri pertama tanpa kehadiran uztad tersebut. Lucunya, “FTV” itu
diperankan sendiri oleh keluarga-keluarga dan sahabat-sahabat uztad tersebut.
Mengapa saya merasa
lucu?
Selain merasa geli saya
juga jadi antipati dan ilfil dengan keluarga itu. Maaf, mungkin saja saya yang
terlalu sinis. Bagi saya saat melihat hal itu, kok rasanya mereka “menjual”
kesedihan yang mereka rasakan. Berapa orang di dunia ini yang pernah merasakan
kehilangan seorang ayah, ibu, anak, suami, orang-orang yang mereka kasihi?
Hampir setiap hari, bahkan mungkin setiap jam di bumi ini seorang manusia
meninggal. Mengapa harus membesar-besarkannya? Sebagai seseorang yang juga
pernah merasaka kehilangan, saya paling benci jika ditatap oleh orang-orang
dengan rasa kasihan. Saya benci memperlihatkan apalagi mempertontonkan
kesedihan saya. Karena hal itu saya merasa muak dengan orang-orang yang rela “menjual”
rasa sedihnya, mempertontonkannya di depan kamera.
Ahh ya saya tau apa sih
dengan perasaan orang lain? Saya tau apa si dengan alasan dari mereka berbuat
hal itu? Mungkin saja mereka ingin memberikan contoh kepada masyarakat
bagaimana menghadapi kehilangan. Tapi haruskah diperankan oleh mereka juga? Hal
ini yang sangat tidak bisa saya pahami. Mereka ingin mendapatkan simpati dari
masyarakat?
Duh saya jadi menghujat
nih~