Percakapan di Bawah Purnama
August 07, 2018
Cahaya purnama mengelilingi Perempuan Itu, bermain-main di sela rambutnya, menggelitiki pipinya. Seulas senyum menghiasi wajahnya dan dia pun mendongak, "Bulan indah saat ini".
"Ya. Bulan indah saat ini," kata Gadis Kecil. Ia turut mendongak memandang purnama yang menggantung dengan megah di langit sana. Cahayanya yang keperakan menyelimuti malam tanpa malu-malu. Area terbuka dimana mereka duduk diterangi cahaya itu, tak menyisakan celah untuk bersembunyi.
"Kau datang," kata Perempuan itu. Senyum yang jauh lebih lebar kini menghiasi wajahnya.
"Ya, aku datang," jawab Gadis Kecil. "Apa kabar?"
Perempuan Itu sekali lagi mendongakkan kepalanya, memandang purnama, lalu ia rebahkan badannya ke hamparan rumput dan menghela napas. "Baik. Kurasa aku baik-baik saja," jawabnya.
"Kau tak yakin?" Tanya Gadis Kecil lagi, sembari turut merebahkan badannya.
"Ya aku baik. Aku hanya tidak yakin apakah ini yang kuharapkan. Akhir-akhir ini aku sering menoleh ke belakang, menyesali beberapa hal dan membayangkan seandainya aku melakukan hal yang lain. Aku... entahlah..."
Gadis Kecil mengangkat tangannya, seolah-olah akan meraih purnama, kemudian berkata, "Apakah itu akan berbeda?"
"Entahlah... Mungkin tidak. Kurasa aku akan memilih jalan yang sama. Karena sejujurnya yang kupunya saat ini terlalu berharga untuk ditukar dengan apa pun. Hanya saja aku... entahlah... belum bisa berdamai? Berdamai bahwa aku bukanlah pusat dunia? Berdamai bahwa dikisahku kini aku tidak lagi menjadi tokoh utama? Kini dikehidupanku, aku adalah pemeran pembantu, dan itu melukai egoku. Mungkin?"
"Setiap kita, adalah tokoh utama dalam kisah kita, bukankah begitu?" Gadis Kecil terkekeh kemudian berdiri, tangannya terulur, mengajak Perempuan Itu turut berdiri. Perempuan Itu lalu meraih tangan Gadis Kecil.
"Purnama mengajak kita bermain-main, mari menari di bawahnya. Kau dengar lantunan musik yang mengalun itu? Kau rasakan angin itu? Rumput-rumput ini malah telah mendahului kita menari! Ayo!"
Gadis Kecil dengan antusias menggenggam tangan Perempuan Itu dan mengajaknya menari, dengan versi tariannya sendiri tentu saja. Ia berputar, membawa serta Perempuan Itu dalam lingkaran tak bertepi, terus berputar, semakin cepat dan semakin cepat lagi hingga keduanya tak lagi bisa dibedakan.
Lalu mereka melepaskan tangan masing-masing dan terkapar di rerumputan sambil tertawa terbahak-bahak.
Terengah-engah dan masih menyimpan kikikan Perempuan itu berkata, "Sudah lama aku tidak menari."
"Aku selalu menari. Kapan pun, dimana pun, jika sedang ingin menari, aku pasti menari," kata Gadis Kecil.
"Ya. Lihatlah dirimu. Aku iri. Kau tahu? Aku merasa aku menjadi perempuan yang getir. Lihatlah aku! Ini bukan yang kuinginkan, yang kuharapkan pada diriku! Ini bukan aku. Suatu hari aku terusir dan tidak menemukan tempat untuk pergi. Aku merasa tak berdaya. Terhina sehina-hinanya. Aku ketakutan, ini bukan yang kuinginkan pada diriku. Aku benci sosok lemah ini. Aku mulai jarang tersenyum. Aku berpikir dan terus berpikir, hingga aku menjadi orang yang terlalu banyak berpikir. Bahkan untuk mengambil langkah pertama sebuah tarian pun, aku membutuhkan waktu yang lama untuk memikirkannya."
"Aku bingung," kata Gadis Kecil. "Apakah kau tidak bahagia?" Katanya lagi.
"Tidak juga. Aku bahagia. Hanya saja, kau tahu? Perasaan bahwa aku bukan tokoh utama, bahwa tak ada lagi perhatian yang kudapatkan, bahwa aku harus membagi hal yang telah sedikit itu dengan yang lainnya membuatku tertekan. Aku... merasa bahagia, sedih, bersyukur, kecewa, pahit, manis, campur aduk yang... entahlah."
"Bukankah begitulah kehidupan?" Kata Gadis Kecil.
"Ya, ya, kau benar. Seperti inilah kehidupan. Aku cuma... entahlah... Hanya menoleh ke belakang dan menyesali beberapa hal dan berharap dulu tidak begitu bodoh dan menyia-nyiakan beberapa hal lainnya." Perempuan Itu sekali lagi menghela napas, kemudian berkata lagi, "Kemana saja kau selama ini?"
"Tidak kemana-mana." Jawab Gadis Itu.
"Aku merindukanmu."
"Aku juga"
"Sering-seringlah berkunjung, maka kurasa aku akan bisa menjalani semuanya. Aku akan baik-baik saja. Kita akan baik-baik saja.
"Ya. Kita akan baik-baik saja."
"Bulan indah malam ini."
"Ya. Ia indah malam ini."
0 Comments
Terimakasih atas komentarnya :) Maaf untuk yang meninggalkan komen dengan link hidup, terpaksa saya hapus. Juga yang komennya dibaca brokenlink terpaksa saya hapus.