Melahirkan, Antara Harapan dan Kenyataan Part 2

February 11, 2016

Seharusnya cerita proses melahirkan Ghaza selesai di postingan sebelumnya, karena ya apalagi yang mau diceritakan mengenai melahirkan ketika telah sampai di saat Ghaza lahir dan operasiku selesai. Sayangnya ternyata drama itu berlanjut…



Operasi selesai. Saya digiring menuju kamar pemulihan. Di sana telah menunggu Pai, Ibu, dan Mama. Biusku masih bekerja sehingga saya tidak merasakan apa-apa dan belum bisa menggerakkan anggota tubuh dari pinggul ke bawah. Rasanya menenangkan. Mereka bercerita tentang putraku dan memperlihatkan fotonya. Ia, saya belum bertemu dengannya. Dan tentu saja saya gagal IMD.


Dua jam di kamar pemulihan, saya pun dipindahkan ke kamar inap. Oh ia, di luar obat, alhamdulillah semua biaya ditanggung BPJS. Satu kekhawatiran hilang. Dan saya pun tertidur pulas hingga esok hari.

Paginya, saya sudah mulai dapat menggerakkan jari-jari kaki dan nyeri operasi mulai kurasakan. Rasanya lumayan, tidak sesakit semalam. Perlahan-lahan pengaruh obat bius itu menghilang… dan wahhhh luar biasa! Bagi seseorang yang tidak pernah dirawat di Rumah Sakit, nyerinya itu luar biasa. Tapi masih dapat kutahankan, setidaknya saya tidak sampai mengerang-erang dan menangis seperti semalam. Saya hanya bertanya-tanya, kapan akan bertemu dengan putraku?

Setiap suster yang masuk selalu kutanyai, kapan anakku akan dibawah ke saya? Dokter belum mengisinkan kata mereka. Baru saat sore hari, Ghaza dibawah ke kamar. Ghaza pun di letakkan di sebelahku.

Penuh haru dan syukur aku memandingi wajahnya yang kecil. Rasanya tak terlukiskan… jiwa kecil ini dulunya berdiam di rahimku selama sembilan bulan… kini dia telah berada di dunia ini. Dapat kusentuh, kubelai, dan kucium. Ingin rasanya segera menggendongnya, memeluknya…

Saat itu saya belum diperbolehkan bangun dari tempat tidur. Keteter dan infus masih terpasang dan perbanku belum diganti. Saya hanya diperbolehkan balik kanan dan kiri, dianjurkan malah. Tepat 24 jam setelah operasi, jam 11 malam lewat, barulah  keteter dan infusku dilepas. Dan aku pun disarankan segera bergerak, turun dari tempat tidur, berjalan-jalan untuk melatih kakiku.

Dengan bersemangat saya pun bangun dan turun dari tempat tidur, berpegangan pada Pai. Kakiku bengkak dan terasa tebal, pengaruh obat bius. Lelucon Tuhan, saat hamil kaki saya tidak mengalami bengkak, setelah melahirkan barulah bengkak. Rasanya seperti baru belajar berjalan kembali, mana lagi nyeri luka operasiku yang nyut-nyutnya luar biasa. Proses dari berbaring ke posisi duduk lalu berdiri membutuhkan perjuangan yang besar. Tapi karena ingin segera menggendong dan memeluk Ghaza, juga menyusuinya, saya memaksa diriku untuk bangun.

Lima hari di Rumah Sakit, kami pun pulang. Selama di Rumah Sakit itu saya membiasakan diri dengan rasa nyerinya dan telah terbiasa. Sakit memang, tetapi telah tertahankan. Saya sudah tak sabar untuk tidur di ranjang sendiri.

Semuanya baik-baik saja. Saya telah menjadi ibu dan ya, begitu membahagiakan menjalani peran baru ini. Hingga tepat tujuh hari setelah kelahiran Ghaza, dua hari sepulang dari Rumah Sakit, saya merasakan perutku seperti tertarik. Sakit. Nyeri. Mulai tak tertahankan. Tapi karena saat itu tepat dengan habisnya obat anti nyeriku, saya pikir mungkin memang seperti ini seharusnya. Sudah saatnya saya merasakan sakit yang lebih.

Hari berganti, sakitnya menjadi bukan main tak tertahankannya. Tak ingin mengeluh, tak ingin menampakkan kesakitan, saya berusaha menahankannya. Tak sabar rasanya menunggu hari Sabtu lagi, hari dimana saya dijadwalkan mengganti perban. Jika ada apa-apa saat itu dokter akan mengetahuinya, begitu pikirku.

Proses bangun dari posisi berdiri ke posisi duduk menjadi dua kali, tidak, seratus kali lebih membutuhkan perjuangan. Untuk menyusui Ghaza, saya membutuhkan bantuan Pai yang membawanya ke sisiku. Tapi masa cuti Pai pun berakhir. Saya akhirnya membiasakan diri tidur dalam posisi duduk, sehingga lebih mudah bangkit untuk meraih Ghaza apabila ia menangis. Meskipun itu juga tak mudah. Berdiri dan berjalanku sambil terbungkuk-bungkuk menahan sakit.

Begitu seterusnya hari demi hari. Ada saat-saat dimana saya demam tapi tak berlangsung seharian dan saya kira itu hanya karena pengaruh ASI ku yang mulai banyak dan membuat payudaraku bengkak. Selasa dini hari (atau Kamis? Saya lupa tepatnya), setelah menggantikan popok Ghaza, Pai mencium ada bau aneh. Seperti bau daging yang membusuk atau luka yang bernanah. Awalnya kami mengira bau itu berasal dari pusar Ghaza, yang memang tadi siang telah putus. Mungkinkah infeksi? Tapi pusarnya ternyata baik-baik saja. Dari mana bau itu? Saya yang sedang dalam posisi berbaring tidak menciumnya. Ghaza pun diletakkan kembali di sampingku untuk disusukan. Saat menyusukan Ghaza itulah saya mencium bau itu. Busuk! Saat mengangkat selimut bau itu semakin tajam. Owalah…. Bau itu berasal dari saya!

Saya pun berdiri (yang sekali lagi membutuhkan perjuangan yang super duper menyakitkan). Benar. Bau itu datangnya dari saya. Ada cairan bening keputih-putihan dan kental yang berbau sangat busuk merembes membasahi stagen, sarung, hingga seprai dan kasur yang saya tiduri. Tergopoh-gopoh saya ke kamar mandi. Cairan itu berasal dari luka bekas operasiku. Membersihkan diri semampunya, saya pun kembali ke kamar dengan wajah pucat pasi.

Bagaimana ini?!!

Saya harus ke Rumah Sakit tentunya. Cairan itu, yang saya duga nanah terus mengalir. Bagaimana dengan Ghaza? Ada apa denganku? Mungkinkah ini sudah waktuku? Dulu, sebelum ada Ghaza, saya tak takut meninggal. Meninggal berarti saya akan bertemu Sang Kekasih dan orang-orang yang saya cintai. Tapi kini saya takut. Saya baru saja menjadi ibu dan merasa tak rela untuk meninggalkan Ghaza dan peran itu secepat ini. Gemetar saya pun menelpon Ibu untuk mengambil Ghaza.

Ibu datang, Ghaza pun dibawah ke Limboto. Yang paling menyakitkan, jauh lebih menyakitkan dari luka yang terus mengucurkan nanah itu, melihat Ghaza dibawah pergi… Saya patah hati. Kapan saya bisa bertemu putraku itu lagi? Ya saya pikir saya mungkin akan dirawat berhari-hari atau yang lebih buruk, saya harus dioperasi lagi.

Pai pun membawaku ke Rumah Sakit.

Di IGD, luka saya diperas. Nanahnya dikeluarkan sebanyak mungkin. Rasanya? Bayangkan saja lukamu yang masih basah dipencet-pencet. Setelah itu luka bekas operasiku itu diperban kembali. Selesai. Sebentar malam saya diminta ke tempat praktek dokterku untuk melanjutkan pemeriksaan. Melegakan. Sepertinya ini tidak seburuk yang saya duga. Apalagi setelah diperas, lukaku itu tidak sesakit sebelumnya, terasa seperti saat baru pulang ke rumah setelah melahirkan. Tertahankan.

Saya pun meminta Pai mengantarku ke Limboto. Saya sudah rindu dengan Ghaza. Setelah mengantarku, Pai memilih pulang untuk membersihkan ceceran nanah itu.

Malamnya saat ke dokter, lukaku diperas kembali. Nyut-nyut asoi. Kali ini Pai tidak ikut masuk. Kasihan, tadi pagi saat lukaku diperas-peras dia pucat dan mual. Setelah diperas dan diperban kembali, saya pun bertanya ke dokter kok bisa ya luka operasi saya infeksi. Dokterku menjawab bahwa resiko SC tanpa direncanakan terkadang memang terjadi infeksi. Oke, jawaban yang kurang memuaskan sebenarnya, tapi karena malam sudah larut dan saya sudah rindu lagi dengan Ghaza, saya pun terburu-buru keluar. Oh ia, lusa saya harus kembali lagi untuk melakukan pemerasan nanah. Hikssss….

Ada dua kali saya melakukan pemerasan nanah lagi, baru dokter menyatakan nanahnya sudah habis. Ia, dokternya sudah memeras perutku dari kiri-kanan, atas-bawah, nanahnya sudah tidak keluar lagi. Alhamdulillah. Saya diminta datang seminggu lagi untuk mengganti perban dan mengecek apakah lukaku sudah kering apa belum.

Senangnya… selama ini ada drama tiap harus kedokter. Saya tak rela meninggalkan Ghaza dan ada saat dia menangis ketika saya akan pergi ke dokter. Itu membuatku patah hati, berulang kali. Antibiotik yang saya minum pun membuat badan saya berbau tidak enak. Rasanya risih dan tak nyaman.

Tapi sialnya tak sampai seminggu, nanah itu muncul lagi meskipun tidak lagi berbau seperti dulu. Merembes membasahi perban anti-air dan celanaku. Karena saat itu pagi dan dokterku prakteknya malam, Pai pun berinisiatif mengganti perbannya sendiri. Saya berbaring dengan was-was, sebenarnya sangsi dia bisa mengganti perban. Tapi ternyata dia bisa. Hahaha…

Saat ke dokter di malam harinya, dokterku menggeleng-gelengkan kepala saat kuberitahu bahwa nanahnya keluar lagi. Padahal saat pemeriksaan sebelumnya, nanah itu sudah tidak ada. Hmmm ada apa ya? Saya tak tahu bagaiman dokter melakukannya, diantara jahitanku yang belum kering, dia mengeceknya menggunakan senter dan menemukan sesuatu berwarna hitam di dalam sana. Apa itu??? Saya menutup mata karena takut dan nyeri. Oh ia, dokter juga memeras kembali lukaku mengeluarkan sisa-sisa nanah yang ada. Dengan menggunakan pinset yang tipis dia pun menarik benda hitam itu keluar. Dan ternyata itu seutas benang yang ditolak tubuhku menjadi daging. Penyebab infeksiku selama ini. Nyeri dan nyut-nyut saya pun pulang dengan antibiotik  dan jadwal berkunjung seminggu lagi.

Tepat sebulan lebih seminggu setelah melahirkan, lukaku pun dinyatakan kering oleh dokter. Perban dilepas dan saya pulang dengan penuh rasa syukur. Memeluk Ghaza dengan sayang…

Yiahhhhh semua ini terasa sepadan dengan memiliki Ghaza ^^

Saya bersyukur baik-baik saja. Kami baik-baik saja. Tapi jika ditanya siap untuk memberikan Ghaza adik lagi. Uwowowoooo…. Saya masih trauma cyin! Dan sempat, sering malah berpikir untuk tidak punya anak lagi. Mungkin tiga atau lima tahun kedepan baru saya akan siap untuk mengandung kembali…





You Might Also Like

42 Comments

  1. Aduh mak.. Jadi ikut nyut-nyutan aku bacanya. Melahirkan ceasar juga penuh tantangan ya. Jadi mikir lagi nih mau nambah anak :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aduh gak ada maksud nakut-nakutin loh mak >.< Mau normal ataupun cesar, yang namanya melahirkan itu ya sakit .-.

      Delete
  2. Duuuh, ya allah aku bacanya kok jadi ikutan ngilu ya. Itu kok bisa ada benang gitu sih, Kak? Ketinggalan gitu bukan?


    Wah, Kak Dwe udah ganti domain aja nih :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hehehe :p jangan trauma ya sampai gak mau punya anak ^^ semuanya sebanding kok dengan malaikat kecil nan lucu yang kita lahirkan.

      Lukanyakan dijahit pakai benang Mita ^^ tapi tubuhku malah menganggap benang itu sesuatu yang berbahaya sehingga imunnya bekerja~

      ohhh ia dong biar dikira blogger pro :p

      Delete
    2. Yang bagian benang,aku jadi bertanya-tanya,jangan2 infeksiku karena benang juga??:(

      Delete
  3. Thanks mbak shareing pengalamanya :)

    ReplyDelete
  4. Jadi terharu bacanya ... selamat yah mbak...

    ReplyDelete
  5. ya ampuuun mbaa.. aku serem bayanginnya... :( kenapa bisa ada benang tertinggal?? alhamdulillah operasi cesar pertamaku dulu aman lancar dan ga sakit bisa dibilang.. ini minggu depan aku bkl cesar anak kedua, dan moga2 sama lancarnya... dokternya sih masih sama, makanya aku lbh yakin dan percaya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Jangan dibayangin >.<
      Tulisanku rancu ya sepertinya ._. benangnya itu yang bikin infeksi adalah benang yang dipakai menyatukan dagingku setelah dibedah. Bukan ada yang tertinggal gitu.
      Ia kasusku memang jarang terjadi .-.

      Delete
  6. Semangat ya mba Dwi. Btw ak baru tau klo oprasi tanpa perencanaan bisa jd begitu. Bknnya dengan atau tanpa rencana, rs memiliki standart yg sama? Huhuhu #gagalpaham aku. Sehat2 ya mba jg anak dan kluarga. Thanks for sharing.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aku juga gagal paham .-.
      tapi sebenarnya dokternya masih mau jelasin panjang-lebar si tapi akunya yang keburu kabur :p
      Terimakasih ya ^^

      Delete
  7. Wanita memang lebih tahan sakit ya mbak. duuuh... merinding saya bayangin sakitnya.

    dua kali melahirkan, saya secara normal. meski sakit, tapi usai melahirkan bisa langsung beraktivitas meski tidak normal. Tp ok lah...
    masih ngilu meski selesai membaca...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ia kali ya mba >.<
      Ia makanya dulu kepengen banget lahiran normal >.< tapi yasudahlah ya semuanya indah pada akhirnya :p


      maaf ya mba sudah menyebarkan ngilu :p

      Delete
  8. sy baca cepat saja...gitu aja sudah meringis apalagi kalo bacanya diresapi..hihi...yang penting sekarang udah melewati masa itu....saya juga SC 2x jadi udah tau rasanya tapi gak separah itu.... selamat ya mbak

    ReplyDelete
  9. This comment has been removed by a blog administrator.

    ReplyDelete
    Replies
    1. SC pun ada sakitnya >.< intinya melahirkan itu sakit si :p hahaha

      Delete
  10. Ya Allah Mbaak, mules sy bacanya. Perjuangan jadi ibu luar biasa ya. Jadi inget kakak sy yg salah ngeden dan ahirnya di-sc gegara udah lemes. Itu aja udah bikin kaki gemeter. Alhadmulillah pemulihan termasuk lancar dan normal. Lha ini cerita pasca sc-nya bikin ngilu hicks. Mudah2an setelah ini sehat terus ya Mbak. Semangat!!

    ReplyDelete
    Replies
    1. Waduh salah ngedan gimana? >.<
      Alhamdulillah sekarang sudah sembuh. Makasih ya

      Delete
  11. selamat mak..indahnya jadi ibu, insyaallah seua sakitnya jd tabungan pahala..sy juga baru melahirkan 25 des kmrn,,normal tp habis lahiran sakit di tulang ekor g bisa apa2, miringpun sakit, setelah sembuh ganti sakit tulang panggul...sedap deh sakitnya..tapi terobati saat liat wajah mungil baby navid :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sakit-sakit pas melahirkan memang terobati ya jika melihat wajah mungil bayi kita ^^
      Wahhh selamat jadi ibu ya mak, kecup sayang buat baby Navid.

      Delete
  12. Merinding bacanya, au yang cuma beberapa senti bekas usus buntu dulu aja warbiasah perihnya mak
    Semoga lekas sembuh & semua membaik ya mak, cemungudd ^_^

    ReplyDelete
  13. Bunda dwe, kujadi ikutan ngilu cenut-cenut :(

    ReplyDelete
  14. Aduh, aku bacanya jadi ikut nyeri.. Aku rencana sectio nih.. Udah rencana. Semoga baik baik saja. Amin. Tapi memang ada ya benang yang di tolak oleh tubuh begitu jadi nanah.. Hhiiyyy.. Serem loh.. Btw rumah sakit apa mba?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Resiko SC terencana infeksi kecil banget mba ^^ insyallah baik-baik saja. Amin!

      Tubuh menganggap benang itu benda asing mba sehingga antibodi bekerja melawan benda asing itu maka luka bekas jahitannya bernanah. *cmiiw

      Delete
  15. Ikut ikutan cenat cenut bacanya....Alhamdulilah ya sekarang dah baikan

    ReplyDelete
  16. Mbaaak kudu nangis akuuuu T^T

    ReplyDelete
  17. ya rob...takjub aku dengan perjuanganmu ka dwe...huhu luka diperas...aduh...ga bisa bayangin..mungkin kalo aku udah mringas mringis kali ya

    hmmm harus mikirin bpjs ni...sejak resign blom ngurus bpjs lagi akuh

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aku pun meringas meringis Nit >.<

      Wah ia penting tuh urus bpjs ^^

      Delete
  18. Duh mak, aku newlywed dan baca blog ini rasanya campur aduk....tapi memang anak menjadi dambaan seberapun sakitnya ya mak.

    ReplyDelete
  19. Alhamdulillah Mbak kalau sekarang lukanya udah kering. Sehat-sehat ya :)

    ReplyDelete
  20. duh bacanya senut2 sesss >,<
    rasanya iut deg2an dan ngilu...
    yah, perjuangan seorang ibu emang nggak mudah yaa :')

    www.mimoyoja.com

    ReplyDelete
  21. iya loh mba, ketika lagi ngerasain sakit kontraksi bukaan 7-10 saya mikir berulang kali buat hamil lagi dalam waktu dekat -__-

    normal ama cesar sama aja ngilu nya kali ya, kalo SC di perut kalo normal di miss V yang rasanya nyut nyutan apalagi kalo pake drama jahit jahitan. hampir dua bulan baru berani buat pipis jongkok, takut robek krekkkk :D


    thanks for sharing ya mak semoga Ghaza sehat selaluuuu

    ReplyDelete

Terimakasih atas komentarnya :) Maaf untuk yang meninggalkan komen dengan link hidup, terpaksa saya hapus. Juga yang komennya dibaca brokenlink terpaksa saya hapus.