Melahirkan, Antara Harapan dan Kenyataan

December 05, 2015

Saya selalu ingin melahirkan normal. Bukan karena alasan-alasan “mulia” yang katanya melahirkan normal lebih banyak pahalanya lah, melahirkan normal menunjukkan kita ibu seutuhnyalah dan bla… bla… bla… Alasannya murni karena sifat egois saya.

Pertama, masalah biaya. Meskipun punya BPJS, saya tidak yakin operasi cesar akan sepenuhnya ditanggung BPJS. Selisihnya berapaan? Uang dari mana? Kami memang mempersiapkan uang untuk biaya kelahiran. Tapi bukankah lebih baik jika uang itu akhirnya dipakai untuk akikahan atau untuk keperluan bayi kami nantinya?!! Dan apakah uang itu cukup? Yaaaa kalau bisa normal, kenapa harus cesar?!!

Kedua, saya punya ketakutan sendiri terhadap jarum suntik, rumah sakit, apalagi membayangkan perut saya dibelah orang tak dikenal lalu kemudian dijahit kembali. Saya sudah parno duluan. Selama bisa mengingat, saya tidak pernah di rawat di Rumah Sakit tapi punya seabrek pengalaman buruk di Rumah Sakit, karena itu, saya tak suka Rumah Sakit. Meskipun Rumah Bersalin bisa saya tolerir.

Ketiga, sepengetahuan saya, cesar sakitnya belakangan. Membuat hari-hari awal bersama bayi kita membutuhkan penjagaan orang lain. Dan saya cukup posesif untuk itu. Saya inginnya, saya yang merawatnya, yang menjaganya, yang ada bersamanya saat pertama kali ia lahir. Yang pertama ia sentuh, yang pertama ia dengar suaranya.

Ketiga hal itu (sebenarnya masih banyak alasan-alasan lainnya yang semakin dipikirkan semakin panjang daftarnya, tapi tiga itu yang paling utama) yang membuat saya bertekad melahirkan normal, tentunya dengan catatan jika keselamatan bayi saya terancam, pilihan untuk cesar harus saya ambil.


Sabtu, 14 November 2015, pukul 3 dini hari saya terbangun dengan perasaan mules yang aneh di perut. Karena tidak dapat tidur lagi, saya pun berjalan-jalan mengelilingi rumah. Perasaan mules dan sakit itu semakin kuat, mungkin ini sudah waktunya, saya pun membangunkan Pai dan menelpon Ibu. Kemudian darah dan lendir pun keluar… Tapi kami tidak langsung ke Rumah Bersalin, saya masih menyempatkan diri berjalan-jalan lagi (demi melahirkan normal!!!) dan makan untuk menambah tenaga. Baru sekitar pukul 7 pagi kami berangkat ke Rumah Bersalin.

Di sana saya dipersilahkan mengganti bawahan dengan sarung dan diminta berbaring. Tensi saya dicek, juga detak jantung bayiku. Lalu kemudian suster mengecek sudah pembukaan keberapa saya. Sudah pembukaan 4!!! Masih depenuhi semangat, saya pun berjalan-jalan lagi. Berjalan-jalan, berbaring, kadang terlelap sejenak. Begitu saja terus hingga pukul 2 siang. Mulesnya semakin menjadi-jadi. Saya sudah tak nafsu makan, hanya bisa minum. Pai sudah dari awal saya minta menunggu diluar, jika ada dia, jabeku (manja) berlipat-lipat.

Dokter datang, pembukaan saya dicek lagi. Dan Alhamdulillah sudah pembukaan 9. Saat itu saya berbaring di ranjang tengah dan di samping kiri dan kanan saya ada juga ibu-ibu yang akan melahirkan dan kebetulan kami bersamaan di jam itu pembukaan 9. Tak lama kemudian di samping kanan saya melahirkan lalu di susul di samping kiri saya juga melahirkan. Loh saya kok dilewatkan begitu saja? Mulesnya sudah menjadi-jadi dan saya sudah sangat ingin berkuat/mengedan tapi belum diperbolehkan. Rasanya tak tertahankan. Tidak ada maksud menakut-nakuti yang sedang hamil atau pun yang akan hamil, tapi memang rasanya luar biasa. Saat itu saya sudah tidak diperbolehkan lagi berjalan-jalan karena kasus saya yang berair ketuban banyak. Padahal dengan berjalan bisa mengalihkan saya dari rasa sakit. Saya pun mengerang-erang dan tak jarang memarahi suster yang rutin mengecek tensi dan detak jantung bayiku.

Jam 5 sore pembukaan saya pun lengkap tapi ketuban belum pecah dan barulah di jam 7 malam ketuban saya pecah. Saya pun diperbolehkan berkuat/mengedan. Selama rentan waktu itu mulesnya sudah tak dapat tertuliskan lagi. Saya pun berkuat dan mengedan sepenuh tenaga.

Berkuat berkuat berkuat… Mengedan mengedan mengedan… Suster bolak-balik mengecek tensi dan detak jantung bayiku… Kepala si bayi belum juga muncul. Mulesku semakin tak tertuliskan. Jam 9 malam… saya mulai lelah… wajah suster setiap mengecek detak jantung bayiku semakin aneh. Tapi setiap saya tanya mereka menjawab masih dibatas normal.

Saya semakin lemas dengan mules yang semakin menjadi-jadi. Karena kepala si bayi sama sekali tidak keluar, dokter tak bisa memberikan bantuan. Dan akhirnya dokter menyarankan cesar dengan pertimbangan ketuban yang telah lama pecah meskipun masih banyak yang tertinggal di perut tapi yang keluar mulai menghijau, detak jantung bayiku yang menurun perlahan-lahan, dan kondisi kepalanya yang terjepit di jalan lahir akan semakin memanjang. Juga kondisiku, yang semakin lemas. Maka keputusan cesar pun kami ambil.

Jadwal cesarku jam 10 malam. Saya masih harus menunggu, sementara sakitnya sudah semakin luar biasa. Mengerang-erang, menangis, sudah sedari tadi kulakukan. Saat masuk ruang operasi, aku tak peduli lagi dengan sedikitnya kain yang menutupi badanku, suntikan-suntikan dan lain-lainnya. Bahkan saat akan disuntik obat bius atau apalah namanya itu ditulang belakang, aku malah menyambutnya dengan penuh syukur. Bius bekerja, saya tidak lagi merasakan sakit. Hanya perasaan kebas yang menenangkan. Perjuangan dari jam 3 dini hari hingga jam 10 malam berakhir di kamar operasi…


Operasi di laksanakan, saya memilih tidur dan membiarkan dokter-dokter itu serta asistennya melaksanakan tugasnya. Mengobok-obok perut saya dan mengeluarkan bayiku. Saat bayiku lahir, dokter membisikkan bahwa kelaminnya laki-laki dan ia sehat. Tanpa membuka mata, saya menitikkan air mata. Sudah. Selesai. Saya ingin melanjutkan tidur… Zzzzzzzzz…

You Might Also Like

25 Comments

  1. Keren ih jam 7 malem... :')
    Btw, moga jadi anak yg keren ya... :))

    ReplyDelete
  2. Dwiiii, i feel u, sy klo liat bayi lucu pengen punya lagi. Tapi klo ingat melahirkannya, haduhhh, sy 2 hari di rs baru melahirkan pembukaannya nda naik2 hiks

    ReplyDelete
    Replies
    1. 2 hari kak?!! Dehhhh ampun ma saya ternyata ada yang lebih parah >.<

      Delete
  3. Selamat ya, Dweedy. Meskipun berakhir SC, tidak akan pernah mengurangi nilai kamu sebagai ibu di mata putramu.

    ReplyDelete
  4. The power of Mom... Dwi ngerasain 22nya, lahiran normal dan caesar :) ngerasain sampai bukaan lengkap dan proses mengedannya... berjuangnya...
    Selamat dwi, dapat jagoan ..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iaaa >.< kalau tau begitu mendingan saya SC dari awal saja dan memilih tanggal cantik :p

      Delete
  5. sy dlu juga dr pagi datang ke RS, jam 10 malam br lahiran.. sampai 4 posisi melahirkan sy jabanin demi nda caesar krn 2 bln kemudian mau lanjut kuliah.. tapi klo utk keselamatan ya nda papa say.. yg penting bondingnya kan tetap... jd ingat dlu saya untungnya sudah gunting kuku krn cuma ditemani suami dan sy pegangi terus tangannya tiap sakit...hehehe.. leganya dii pas ketemu bayinya. Sehat selalu baby Ghaza

    ReplyDelete
    Replies
    1. Huhuhu ia kak >.< dehhh saya kusurui Pai keluar, hahaha
      Besok sorenya pi baru ketemu ma Ghaza

      Delete
  6. Sehat-sehat yaaa kakdwee dengan bayinyaa...barakallah...

    ReplyDelete
  7. Mbaaakk Dwiiiii! Sama banget kayak akuuuh! Penantian lama banget ujung-ujung nya berakhir SC *___* Pas itu aku nunggu 18 jam untuk sampai bukaan lengkap. Alamakjang sakitnya. Sudah siap ngeden, eh sama, ketuban minim dan malah malposisi. Dan sama juga, aku udah nggak peduli kain nya sedikit yang nutup badan. Hahaha. Ya ampuuunn, kita kompak syekaliiii! (Kenapa kompaknya dalam hal ini yah -___-)

    Anyway, bagaimana pun kenyataan nya, congratulations for your baby boy, Ghaza Aditya yah, Mba. Aku turut senang, si ganteng sudah lahir ke dunia, sehat, selamat, dan ditunggu dengan sejuta cinta. Mbak Dwi jangan capek-capek yah. Semoga Pai dan Ibu bisa gantian bantu ngurus si baby, soalnya Mbak Dwi juga perlu pulih lagi, jahitannya kan masih nyeri gitu. Daann, jangan sampai jahitan nya kena ompol baby yah, Mbak.

    Aku doakan pemulihan lancar, semuanya berjalan baik untuk Mbak Dwi and fams. Ditunggu yah cerita-cerita nya selanjutnya.

    XOXOXOXO

    ReplyDelete
    Replies
    1. Itu waktu lahirin Ubi atau Aiden mba? Kok kita bisa samaan yak?! Hahaha eh tapi aku air ketubannya yang banyak. Ia terimakasih loh ya mba :*

      Delete
  8. terharu. ceritanya kak dwi menggambarkan bagaimana perjuangan seorang ibu ditiap detik, menit, dan jamnya. akhir cerita bikin speechless. hehehe
    semoga suatu saat saya bisa merasakan hal yang sama dan tidak caesar. hihi

    ReplyDelete
  9. Huaaaa.. Kamu uda melahirkan, Dweee? Ah senangnya. Selamat yaaaa.. Semoga kalian semua sehat. Dan bayinya aktif plus lucuuuu.. Ihihihi :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iaa alhamdulillah sudah ^^ Kamu kemana aja sihhh? :p Amin amin makasih ya~

      Delete
  10. Selamat ya.
    Perjuangan ibu memang tiada duanya.

    ReplyDelete
  11. Eng... kok agak ngeri merinding gitu ya bacanya :') setiap ibu itu hebat ya mbak :))

    Sehaaat selaluu yaa buat dedek bayi sama kaaaamuuuu mbak :D

    ReplyDelete
  12. Mbak Dwi aku merinding bin ngeri bacanya.. Ya Allah aku juga merasa durhaka sama ibuku yang melahirkan caesar 2 kali :'(

    ReplyDelete
  13. udah bukaan lengkap dan harus cesar???????? sakitnya double >.<
    salut!!!

    ReplyDelete

Terimakasih atas komentarnya :) Maaf untuk yang meninggalkan komen dengan link hidup, terpaksa saya hapus. Juga yang komennya dibaca brokenlink terpaksa saya hapus.