THE HEROES OF OLYMPUS
THE BLOOD OF OLYMPUS
By Rick Riordan
@ Disney Hyperion
Books, New York
Permission for this
edition was arranged through the Nancy Gallt Literary Agency
Copyrights @ 2014 by
Rick Riordan
All rights reserved
Penerjemah: Reni
Indardini
Penyunting: Rina
Wulandari
Penata aksara: Abd
Wahab
Desain sampul:
Vincent
Hak penerjemahan ke
dalam bahasa Indonesia ada pada Penerbit Noura Books
Diterbitkan oleh
Mizan Fantasi
Cetakan II, Desember
2014
528 hlm
Api Yunani berkobar…
membakar sebagian besar monster. Tanah menggemuruh. Semua gelembung membran
berlendir meletus, mengepulkan debu. Setetes darah jatuh dari dagu Percy…
mendarat di tanah… mendesis seperti air di wajan. Darah Olympus mengairi
bebatuan kuno.
Para raksasa bangkit,
menyebar di sepenjuru dunia. Mereka mengumpulkan bala tentara—dewa-dewi yang
terbuang dan para monster—yang rela menghancurkan demigod. Mereka memburu darah
dua demigod, demi membangkitkan Gaea, sang Ibu Bumi.
Ketujuh demigod
pemegang ramalan berusaha bertahan hidup dari serangan serta menyatukan
Perkemahan Jupiter dan Perkemahan Blasteran. Mereka bahkan tak bisa
mengharapkan bantuan para dewa.
Waktu yang dimiliki
Percy dan kru Argo II tidak banyak. Pembagian tugas dilakukan, peran
masing-masing ditentukan. Mereka harus bergegas mencegah kebangkitan Gaea,
dalam sebuah pertarungan hidup dan mati.
Buku
terakhir seri The Heroes of Olympus ini menurutku antiklimaks… buku ke
empatnya, The House of Hades, jauh lebih menegangkan. Meskipun begitu, “sihir”
dan humor ala Riordan masih terasa segar dan menyenangkan untuk dibaca. Lagian
siapa juga yang tidak mau membaca seri terakhir buku ini jika telah
mengikutinya dari buku pertama… pastilah akan penasaran bagaimana akhir kisah
ini, apalagi dibuat segitu gregetannya di akhir House of Hades.
Saya
suka tidak ada part Percy dan Annabeth di akhir buku ini. Rasanya mereka sudah
cukup banyak diekspos, keputusan yang tepat membuat mereka berada “di belakang
layar” di akhir kisah. Sebagai gantinya ada part Nico!!! Saya suka saya suka… akhirnya
kita diajak mengenal lebih jauh tentang Nico, mengetahui cerita dari sudut
pandangnya. Saya senang pada akhirnya dia menjadi lebih bahagia.
Senangnya
kembar dewa-dewi favoritku muncul juga di seri ini. Dari awal saya telah
menanti-nantikan kehadiran mereka. Dan mendapati di seri ini mereka kena amuk
Zeus terlihat menggemaskan. Saya langsung membayangkan mereka sebagai bocah
kembar yang berbuat kenakalan dan diomeli ayahnya. Hehehe…
“Kau tidak bisa memilih orangtua, tapi kau
bisa memilih warisan apa yang hendak kau tinggalkan.”
_Halaman 33
Momen
paling kocak bagiku saat kru Agro II berusaha menangkap Nike!!! Mereka
menyebut-nyebut Adidas dan Hunger Games itu sukses membuatku terbahak. Om
Riordan emang paling bisa deh, hahahaha…
Untuk
segi cerita saya tidak banyak berkomentar, saya menikmati membaca buku ini,
saya terhibur membacanya dan merasa senang memilikinya sebagai koleksiku. Hanya
memang terasa sekali antiklimaks-nya dan beberapa bagian dengan mudah tertebak.
Tapi ya saya tetap suka.
“Kau tahu kematian kerap tidak dapat dicegah.
Kematian terkadang tidak boleh dicegah. Saat waktunya tiba, kau mungkin perlu
bertindak.”
_Hades, hlm 154
“Rasa takut tidak bisa kita usir dengan
akal. Kebencian juga sama. Keduanya mirip seperti cinta. Rasa takut, benci, dan
cinta adalah emosi yang hampir identik.”
_Piper, hlm 211
Sayangnya
saya mendapati cukup banyak typo di buku ini, padahal sudah cetakan yang kedua.
Ayo dong Mizan, kok buku-bukunya sudah mulai bertebaran typo sih?!!
Yup
The Blood of Olympus ini sangat layak ditunggu, dibaca, dan dikoleksi! Meskipun
tidak sesuai ekspektasiku, tapi saya cukup puas dan dengan senang hati
merekomendasikannya kepada orang-orang yang menyukai membaca kisah fantasi.
“Tak seorang pun bisa membenci kita dengan
lebih menggebu-gebu daripada seseorang yang dahulu mencintai kita.”
_Halaman 235
En la iluvia, cuando
le recuerdo
Penulis: Sitta Karina
Desain sampul: Raryo
Wahyu
Ilustrasi sampul:
Sitta Karina
Ilustrasi isi: Sitta
Karina
Penerbit Terrant
Books
Jakarta, 2004
386 hlm; 21cm
Amor es mentira.
[cinta itu bohong]
Lengkap sudah hidup
Diaz Hanafiah kini. Setelah selama ini merasa minder di antara sepupu-sepupunya
yang kaya, berada, dan bagian dari socialite Jakarta, sekarang malah dikhianati
oleh pacarnya sendiri, Anggia.
Lalu datang Sissy.
Mungil, cantik, dan masih SMA pula!
Seperti siraman air
dingin yang menyejukkan sekaligus mengejutkan, begitulah kehidupan sehari-hari
keduanya sejak awal pertemuan mereka di tengah hujan.
Diaz, si workaholic
berdarah Indonesia-Meksiko yang dingin ini, tidak pernah menyangka dirinya
dapat lebih menikmati hidup dengan hubungan ‘abang-adiknya’-nya bersama Sisy.
Namun, ia masih teringat Anggia. Terbelenggu oleh rasa kangen dan sakit hatinya
yang terasa belum tuntas. Mungkinkah bisa menjadi cowok seperti yang Anggia
inginkan, apabila ia dapat berlatih dan membiasakan diri berteman dengan
wanita—salah satunya dengan menjadi abangnya Sisy? Tetapi mengapa dirinya malah
tidak terima saat Igo, sahabatnya sendiri, mendekati si SMA mungil ini?
Terjebak dalam
perasaan yang saling-silang, Diaz dan Sisy berusaha menempuh proses penjajakan
dan pendewasaan di antara mereka berdua yang penuh lika-liku problema masa
muda, sampai saat keduanya harus memilih dan membuktikan… love is such
unselfish thing!
Hari
terakhir puasa, setelah melepas Pai ke kantor, saya (seperti biasa) menyiram
rumput serta pohon jeruk dan lengkuas yang ada di taman depan rumah. Saat
itulah saya menemukan sebuah kepompong di ranting pohon jeruk. Mengamatinya
lebih dekat, saya mendapati kepompong itu mulai terbelah dan seperti sihir
pelan-pelan seekor kupu-kupu hitam (saya tak tahu jenisnya) mulai keluar
menampakkan diri. Tentu saja saya terpesona. Rasanya mungkin sama seperti
menyaksikan kelahiran seorang anak. Ajaib, luar biasa, sekaligus mengerikan.