Cerita Mudik - Malam Takbiran dan Hari Raya Idul Fitri
January 10, 2015
Cerita
yang ini memang sudah lama banget ya berlalu, Idul Adha saja sudah lewat, tahun
pun telah berganti menjadi 2015. Entahlah~ sifat malas dan moodyan ku ini
memang parah! Hehehe…
Berhubung
rasanya sayang banget kalau aku gak lanjut menceritakan saat-saat mudik itu di
sini (kayak ada yang mau baca saja, hahahaha), jadi ya aku ceritain aja deh
sekalian mengenang saat-saat itu.
Dua cerita sebelumnya bisa di baca di sini, di sini dan di sini.
Magrib pun datang dan berlalu… suara takbir berkumandang, terkadang diselingi dengan suara meriam bambu. Di rumah nenek terbilang sepi, tidak ada aktifitas memasak atau membuat kue seperti di rumah nenekku. Biasanya malam takbiranku itu diisi dengan kesibukan membungkus gogos, berlari ke jalan ketika pawai mobil hias lewat, dan bebersih rumah. Ramai dan riuh pokoknya. Tapi di sini suasana sunyi senyap bahkan tak lama kemudian suara takbir berhenti, disusul suara meriam bambu. Hening…. Orang-orang mulai terlelap.
Aku
yang terbiasa ditempat riuh dan ini kali pertama setelah orangtuaku meninggal
aku merasakan malam takbiran jauh dari rumah nenekku, jauh dari tante, om,
kakak, dan sepupu-sepupuku, tiba-tiba saja merasakan kesepian dan perasaan
rindu yang amat sangat. Dan dengan konyol tiba-tiba saja menangis tersedu-sedu,
membuat Pai kaget.
Setelah aku puas menangis, kami pun tidur. Cuaca juga semakin dingin.
Sekitar
jam lima, orang serumah sudah sibuk bersiap untuk Solat Ied. Aku agak
malas-malasan bangunnya, cuaca begitu dingin, membayangkan mandi saja sudah
tidak terbayangkan. Betul saja, airnya sedingin es dan membekukan, mungkin hari
itu adalah mandi tercepatku.
Setelah
semua siap kami pun naik mobil menuju lapangan tempat dilangsungkannya Solat
Ied. Tempatnya di atas gunung, nun jauh dari rumah nenek, jalanan ke sana pun
berkelok-kelok, orang sekampung si bilangnya dekat cuma mendaki gunung, hampir
saja aku tertipu dan berjalan kaki ke sana.
Pemandangan
dari rumah nenek ke sana sangat indah…
Hamparan sawah menguning dan lanskap gunung di sana-sini sungguh memanjakan mata.
Orang-orang yang menuju tempat untuk solat Ied |
Setelah Solat Ied kami tidak langsung pulang. Kami bersilaturahmi dari satu rumah ke rumah yang lain yang ada di sekitar sana, yang katanya semua keluarga. Disetiap rumah kami disuguhkan makanan; buras, ayam atau bebek nasupalekko atau di masak kampung yang rasanya enak banget. Tentu saja setiap ditawarkan makan, aku makan ^^ urusan jadi gendut nantilah dipikirkan…. Hahahaha
Sesampai
di rumah nenek kami makan lagi tentunya ^^ *elus-elus perut*
Setelah
kenyang dan ganti baju, aku ikut bapak melihat kebun cengkeh dan mericanya.
Ternyata merica awalnya warna hijau ya, aku baru tahu saat itu. Nanti setelah
dijemur warnanya baru berubah kecoklatan. Daunnya pun agak mirip daun sirih.
Pohon merica dan buahnya |
Merica |
Sepertinya saya terobsesi dengan serangga dan makhluk-makhluk kecil lainnya. Saya selalu ingin mengabadikan mereka. |
Ini kok keliatan gendut yak 〉.〈 |
Sorenya
kami (aku dan Pai) serta tante pergi ke sungai, bagian yang ini aku ceritakan
di postingan selanjutnya ya ^^ Hehehe…
2 Comments
Wah, tempatnya nyaman sepertinya, pemandangannya bagus2 tuh, mbak. keheningan ala pedesaan, yang tidak seberisik kota. seperti di tempat tinggal saya, juga masih bisa melihat hamparan sawah.
ReplyDeleteIa tempatnya memang di plosok banget. Hwaaaaa... enak dong Mas, tiap hari liatnya hamparan sawah.
DeleteTerimakasih atas komentarnya :) Maaf untuk yang meninggalkan komen dengan link hidup, terpaksa saya hapus. Juga yang komennya dibaca brokenlink terpaksa saya hapus.