Sewaktu kecil – mungkin hingga
sekarang – aku meyakini Pop adalah beruang paling hebat dan mengasikkan
sedunia. Dengan tangannya yang besar dan ajaib ia telah menciptakan berbagai
jenis permen dan cokelat yang lezat, sangat lezat. Aku pun tumbuh dengan
mencicipi permen dan cokelat ciptaannya itu, dan bermimpi ketika besar nanti
akan menjadi seperti dirinya.
Pop ku bertubuh tinggi
dan besar. Karena ketelatenan Mom, bulu-bulu Pop berwarna hitam mengkilap, juga
dengan pakaiannya selalu bersih dan tersetrika rapi. Begitulah Mom, dia sangat
suka tampil gaya dan begitu marah jika mendapati bulu atau pun pakaian kami
bernoda. Dia dengan cerewet memerintahkan kami untuk mandi dan mengganti
pakaian yang terkena noda itu. Ahh... tapi itu Mom, ada kesempatan lain aku
akan menceritakan tentangnya. Kali ini aku hanya ingin bercerita tentang Pop...
Pop jarang menunjukkan perasaannya, ia terlihat kalem bahkan mungkin
menyeramkan. Kumisnya yang lebat dan mulutnya yang selalu terlihat cemberut –
juga badannya yang tinggi dan besar – memang terlihat mengancam. Tapi
sebenarnya Pop memiliki hati yang lembut dan sangat penyayang, dia hanya tidak
tau atau canggung mengungkapkan dirinya yang sebenarnya secara blak-blakan.
Perlahan-lahan jika kau telah mengenalnya kau akan mengerti apa yang
kumaksudkan.
Pop sering mendudukkan
ku di atas bahunya lalu mengajakku berkeliling hutan – terkadang bersama Mom,
tetapi lebih seringnya hanya kami berdua – dia akan bercerita tentang
pekerjaannya; bagaimana membuat permen dan cokelat, bagaimana memilih bahan
yang benar-benar berkualitas, dan mengapa ia memilih menjadi pembuat permen dan
cokelat. Kadang juga dia hanya mengajakku berkunjung ke rumah teman-temannya.
Dan di sana dia akan membanggakanku seakan-akan akulah anak yang paling tampan
dan paling pintar di dunia ini. Hal itu sebenarnya membuatku benar-benar malu.
Ketika Pop bekerja, aku
selalu memperhatikannya, terkadang juga membantunya ini dan itu. Tidak jarang
Pop meminta pendapatku saat membuat varian permen atau pun cokelat terbaru, aku
selalu memiliki ide-ide cemerlang untuk itu. Tapi... hal yang paling membuatku
kecewa adalah aku sama sekali tidak dapat membuat permen maupun cokelat. Sekeras
apa pun aku berlatih membuatnya, permen buatanku selalu menjadi terlalu
lengket, sehingga ketika dimakan permen itu akan mengelem mulutmu dan kau tidak
dapat berbicara beberapa hari. Atau malah terlalu keras dan manis sehingga akan
mematahkan gigimu atau membuatnya keropos di sana-sini. Dan cokelatku... adalah
malapetaka! Cokelat buatanku akan sehitam ter dan sepahit kayu pohon yang
diseduh. Memaksa memakannya hanya akan membuatmu sakit perut.
Pop, bahkan Mom sering
menghiburku dan berkata bahwa sebagai anak yang cerdas aku pasti akan menemukan
keterampilan yang lain, keterampilan yang akan membuatku sehebat Pop. Tapi aku
pun tahu, Pop sebenarnya kecewa, ia berharap aku, anaknya satu-satunya dapat meneruskan
usahanya.
Saat usiaku lima tahun,
usia yang cukup dewasa untuk seekor beruang, Pop menemukan cara menumbuhkan
permen dan cokelat. Dengan tangan ajaibnya, permen dan cokelat yang ia tanam di
halaman rumah itu tumbuh dan berbuah. Mulai dari batang, daun, buah, hingga
akarnya dapat di makan dan rasanya selezat buatan Pop. Pop pun bertambah
berkali-kali lipat kehebatannya di mataku. Dia pun mulai dijuluki penyihir oleh
makhluk hutan lainnya. Rahasianya mudah saja, dengan sepenuh cinta, Pop akan
menanam permen dan cokelat itu dan menyiramnya setiap dua kali sehari, pagi dan
sore. Dengan sepenuh cinta juga ia merawat tanaman-tanamannya itu dan memetik
hasilnya. Tapi memang entah mengapa hanya Pop yang dapat melakukannya, mungkin
itu memanglah sudah bakatnya atau memang dia adalah seorang penyihir.
Entah dari mana
mulanya, hubunganku dengan Pop lama-kelamaan menjadi renggang. Kami mulai
jarang berkomunikas. Mungkin ini sepenuhnya salahku, yang merasa tertekan pada
kebesaran Pop sehingga memilih menjauh. Tanpa kusadari aku merasa kerdil
dihadapannya, dan itu membuatku risih. Aku ingin dengan bangga dan penuh harga
diri berdiri di sampingnya sebagai dua beruang yang sama-sama hebat, bukannya
beruang hebat dan anaknya. Maka aku pun memilih pergi ke kota manusia.
Pop tidak menyukai pilihanku,
dia memang kurang menyukai manusia. Dia sering ditipu oleh manusia, terutama
dalam hal penjualan permen dan cokelatnya. Dia juga berapa kali merasa sakit
hati ketika manusia menjauhinya karena takut padanya—karena dia berbeda. Sehingga
Pop tidak lagi menjual permen dan cokelat kepada mereka, hingga aku membuka
toko permen dan cokelat di sana...
Awalnya aku bekerja di
sirkus, berputar-putar di atas sepeda beroda satu dengan memainkan lima buah
bola berwarna-warni di tanganku. Menyenangkan rasanya ketika membuat manusia
itu terpesona dan bertepuk tangan. Apalagi menyaksikan kanak-kanaknya tertawa.
Tapi, diam-diam aku merasa tidak puas dengan pekerjaanku itu, tetapi terlalu
malu untuk mengakuinya, apalagi ketika mengahadapi kemurkaan Pop saat
mengetahui pekerjaanku.
“Apa yang salah dari
bekerja di sirkus?!” kataku saat itu.
“Tidak ada! Kecuali
bertingkah konyol dan memalukan dengan menyia-nyiakan bakatmu!”
“Aku tidak sepertimu!
Aku menyesal kau tidak punya anak lain yang bisa mengikuti jejakmu sehingga kau
tidak perlu merecokiku lagi!”
Ketika memuntahkan hal
tersebut aku terdiam, Pop apa lagi. Dia lalu berbalik pergi, dan aku tetap diam
di tempatku, menyesali perkataanku.
Lama semenjak itu aku
dan Pop tidak lagi bertegur sapa. Aku pun tidak pernah pulang. Hanya Mom yang
datang menjenguk ku, membawakanku kue-kue buatannya dan beberapa potong permen
dan cokelat hasil karya Pop. Aku sangat merindukan Pop, tapi ia, terlalu malu
dan gengsi untuk menemuinya. Nyatanya karirku tak lebih sebagai beruang hitam
yang menaiki sepeda dan berputar-putar sambil memainkan kelima bolanya, hanya
itu. Lama-kelamaan aku pun terancam akan dipecat, manusia-manusia itu sudah
bosan pada penampilanku, yang kuakui memang hanya itu-itu saja.
Hingga suatu hari,
ketika aku benar-benar telah dipecat dan terduduk lesu di bangku taman, meratapi
nasip, seorang gadis kecil menghampiriku. Ia menatapku dengan matanya yang
sipit dan sehitam malam, lalu tersenyum cerah dan mengulurkan tangannya
kepadaku. Di telapak tangannya ada sebungkus permen, saat kutatap matanya ia
mengangguk dan aku pun mengambil permen itu, membuka bungkusnya dan mengulumnya
di lidahku. Ada perasaan hangat yang memenuhi hatiku saat itu dan saat akan
berterimakasih kepada anak kecil itu, dia tidak ada lagi di sana.
Permen itu rasanya
biasa saja, jauh bila dibandingkan buatan Pop. Dan memang, selama tinggal di
kota manusia ini, aku tidak pernah menemukan permen apalagi cokelat seenak
buatan Pop. Dan ide itu pun tiba-tiba saja terlintas dipikiranku. Mengapa
tidak?! Sebuah toko permen di tempat ini! Toko permen yang menjual permen dan
cokelat terlezat! Aku hanya perlu merubah rumah ku di sini menjadi toko permen,
membeli rak-rak permen, merubah lantai bawah menjadi toko, membeli papan nama,
dll. Kurasa tabunganku dari bekerja di sirkus cukup membiayai itu semua.
Hanya meminta Pop menjadi partnerku yang membuatku ketar-ketir. Maukah ia
memaafkanku? Bisahkah kami seperti dulu lagi?
Aku pun pulang...
Di rumah aku disambut
dengan pelukan dan air mata dari Mom sebentara Pop hanya diam saja memandangku.
Mom kemudian menarikku masuk ke dalam rumah dan kami bertiga duduk diam di meja
makan. Keheninggan itu terasa sangat janggal dan akhirnya dipecahkan dengan
omelan Mom, “Ckckckck... tidak anak, tidak bapak, keduanya sama saja! Gengsian!
Lihat kalian berdua!!! Ckckck...”
![]() |
Gambar di ambil di sini |
Menghela napas aku pun
mulai berbicara, “Aku... Aku ke sini ingin bertemu denganmu Pop”.
“Hanya dengan Pop mu?!!”
Sela Mom.
“Denganmu juga Mom,
tentu saja, tapi memang ada yang ingin kubicarakan dengan Pop.” Dengan
malu-malu kuangkat pandanganku dan menatap mata Pop, “Aku minta maaf... Aku...”.
Pop menatap mataku lalu bangkit dari kursinya dan menepuk bahu kemudian
berkata, “Kau sudah makan? Ayo kita makan dulu! Apa masakanmu hari ini Flo?”
Sambil menimkati
makanan buatan Mom, aku pun membeberkan rencanaku kepada Pop dan Mom.
Mungkin kau pernah
berkunjung ke toko Permen Pop?
Toko permen yang terkenal
dengan permen dan cokelatnya yang lezat yang menghangatkan hatimu seperti
pelukan keluarga?!
Jika ia, tentunya kau
telah bertemu denganku bukan?! Dagi si penjual permen!
Cerita sebelumnya bisa di baca di sini ^^
Pop dalam bahasa Belanda adalah panggilan untuk Ayah.