Pidato Tuti
April 11, 2014“Tetapi lebih-lebih dari segalanya haruslah kaum perempuan sendiri insyaf akan dirinya dan berjuang untuk mendapatkan penghargaan dan kedudukan yang lebih layak. Ia tiada boleh menyerahkan nasibnya kepada golongan yang lain, apalagi golongan laki-laki yang merasa akan kerugian, apabila ia harus melepaskan kekuasaannya yang telah berabad-abad dipertahankannya. Kita harus membanting tulang sendiri untuk mendapatkan hak kita sebagai manusia. Kita harus merintis jalan untuk lahirnya perempuan yang baru, yang bebas berdiri menghadapi dunia, yang berani membentangkan matanya melihat kepada siapa jua pun. Yang percaya akan tenaga dirinya dan dalam segala soal pandai berdiri sendiri dan berfikir sendiri. Yang berani menanggung jawab atas segala perbuatan dan buah pikirannya. Malahan yang hanya akan melangsungkan sesuatu pekerjaan yang sesuai dengan kata hatinya. Yang berterus terang mengatakan apa yang terasa dan terpikir kepadanya dengan suara yang tegas dan keyakinan yang pasti.Pendeknya manusia yang sesungguhnya manusia. Yang hidup semangat dan hatinya dan ke segala penjuru mengembangkan kecakapan dan kesanggupannya untuk keselamatan dirinya dan untuk keselamatan pergaulan.
Tiadalah mungkin lagi ia terkurung dalam lingkungan rumah, seluruh dunia yang lebar menjadi gelanggangnya, Bukanlah semata-mata perkawinan yang menjadi tujuan hidupnya. Dalam bermacam-macam pekerjaan, jiwanya yang gelisah dan pencari akan mendapat kepuasan. Ia akan menyerbukan dirinya dalam dunia pengetahuan, ia akan turut menyusun dan mengemudikan negeri, ia akan menjelmakan jiwanya dalam seni, ia akan turut bekerja dan memimpin dalam bermacam-macam pekerjaan dan perusahaan. Demikianlah perempuan yang dicita-citakan oleh Puteri Sedar bukanlah perempuan yang berdiri dalam masyarakat sebagai hamba dan sahaya, tetapi sebagai manusia yang sejajar dengan laki-laki, yang tidak usah takut dan minta dikasihani. Yang tiada suka melakukan yang berlawanan dengan kata hatinya, malahan yang tiada hendak kawin, apabila perkawinan itu baginya berarti melepaskan hak-haknya sebagai manusia yang mempunyai hidup sendiri dan berupaya mencari perlindungan dan meminta kasihan. Ya, pendeknya seratus persen manusia bebas dalam segala hal.”
_Pidato Tuti saat kongres Putri Sedar, Layar Terkembang halaman 37-38
Tuti adalah tokoh
favorit saya di novel Layar Terkembang. Saya mengagumi pemikiran-pemikirannya,
dan sebagaian besar sepakat pada pemikirannya itu, saya suka bagaimana ia
bersikap, meskipun terkadang terlihat sinis dan terkesan angkuh. Dia
mengingatkan saya pada Perempuan Itu.
Dan ya, kita sebagai
perempuan tak boleh bergantung dengan lelaki. Bahkan di dalam perkawinan pun,
jangan biarkan lelaki yang mengambil keputusan. Mengapa? Karena pernikahan
adalah kesepakatan bersama, dan keputusan apa pun di dalam pernikahan itu
seharusnya diambil dengan kesepakatan bersama.
Dan saya takut... saya
takut jika pada akhirnya saya akan bergantung kepada lelaki itu. Bergantung
terhadap segalanya, apalagi materi... bukankah kini saya telah begitu banyak bergantung kepadanya?
0 Comments
Terimakasih atas komentarnya :) Maaf untuk yang meninggalkan komen dengan link hidup, terpaksa saya hapus. Juga yang komennya dibaca brokenlink terpaksa saya hapus.