Mengunfollow Teman

April 02, 2014

Entah ada hal apa sehingga siang tadi tiba-tiba saja aku cukup kepo dan mengecek semua profile followingku di instagram. Saat itu, saat membuka tiap-tiap profile itu, aku dibuat terpaku pada akun seorang teman yang beberapa bulan lalu berpulang kepelukan Sang Kekasih. Aku tercenung beberapa lama, rasanya ada yang memberontak aneh di dada ini. Sesak dan berbagai perasaan campur-aduk yang tak mampu kuungkapkan. Foto profile temanku itu, menampakkan dia yang sedang tersenyum bahagia dan seperti biasa, selalu terlihat manis. Melihat foto itu dan menyadari akun itu tetap aktif meskipun sang pemiliknya telah tiada, rasanya memilukan dan agak janggal...

Aku masih mengingat jelas saat mendengar berita kepergiannya, saat itu aku masih tertidur pulas, seperti biasa tak pernah bersahabat dengan pagi, saat telponku berdering dan dengan menggerutu aku mengangkatnya... suara seorang teman tanpa basa-basi menanyakanku apakah tidak pergi melayat, aku yang masih setengah sadar saat mengangkat telpon itu langsung sadar sepenuhnya dan bertanya siapa yang meninggal. Namanya disebut, aku mengucapkan innalillahi wa inna ilahi rojiun, meminta teman yang menelponku untuk menjemputku, lalu bersegera mandi. Saat itu tak ada waktu untuk benar-benar memahami kepergiannya. Tak ada waktu untuk berduka.

Ketika tiba di rumah duka pun tak ada waktu untuk mencerna semua ini, setidaknya bagiku, kepergiannya mengumpulkan teman-teman yang telah lama tak kutemui, sehingga saat itu terasa seperti reunian. Lagi pula sosoknya masih ada di sana, menatap kami, menatap keluarga yang sangat berduka karena kepergiannya. Ya, rasa sedih saat itu memang ada, melihatnya, melihat teman-teman dan keluarganya yang begitu sedih ditinggalkan. Tapi rasa sedih itu bukan ditimbulkan karena kehilangannya, lebih kepada sedih melihat sekitarku.

Kami memang tak cukup dekat hingga bisa dikatakan bersahabat. Kami berteman tetapi bukan sahabat. Kami saling mengenal, saling memfollow akun sosial, ketika bertemu saling menyapa, menanyakan kabar, mengobrol, dan saat ia masuk rumah sakit aku datang menjenguknya. Aku tak cukup dekat dengannya sehingga mengetahui keluarganya, mimpi dan harapannya, ketakutan-ketakutannya, apa lagi perasaannya ketika ia mengetahui bahwa dia mengidap penyakit kanker, menjalani operasi, keluar-masuk rumah sakit, kehilangan rambut panjangnya yang indah dan menumbuhkannya kembali. Aku tak mengenalnya cukup dalam...

Selain itu, terbiasa menghadapi kematian membuatku menjadi... kebal? Aku menyadari tidak ada di dunia ini yang benar-benar milik kita, tak ada yang benar-benar selamanya. Dan sejatinya yang pergi akan berbahagia bertemu Penciptanya. Waktu mereka di dunia ini telah selesai. Kita yang ditinggalkan memang bersedih tapi pada akhirnya akan tetap melanjutkan hidup. Setidaknya itulah analisaku saat itu ketika tidak merasa kehilangannya, ketika tidak meneteskan setitik air mata pun untuknya yang telah pergi.

Tapi setelah berbulan-bulan ini dan mendapati akun instagramnya masih aktif (mungkin juga akun twitter, facebook, dll), untuk pertama kalinya aku menangisi kepergiannya. Rasanya ada yang salah, ada yang tidak tepat, ada yang tak sesuai pada tempatnya. Semuda itu telah meninggalkan tempat ini. Baru berusia dua-puluh-tiga-rahun. Tidak akan menikah, tidak akan mengandung, tidak akan menjadi seorang ibu... tidak akan menggapai mimpi-mimpinya... dan tidak akan secara kebetulan bertemu dengannya lagi lalu memperbincangkan segala hal... rasanya menyedihkan...
Meskipun paham tak ada waktu yang terlalu cepat, tak ada waktu yang terlalu lama untuk seseorang kembali ke Penciptanya. Kesedihan itu tetap ada. Kesedihan orang-orang yang ditinggalkan.

Mungkin di sisi Sang Kekasih dia sedang tersenyum bahagia seperti foto pada profile instagramnya, bahkan mungkin senyumnya jauh lebih bahagia di sana. Mungkin ini pertanda untuk aku, untuk kita, merelakannya... melepaskannya... karena dia telah berbahagia di sana.

Setelah menangisinya untuk pertama kalinya, aku memutuskan mengunfollow akunnya. Aku melepaskannya~ dan itu mungkin adalah tangisan terakhirku untuknya.

Selamat jalan kawan...
Semoga kau berbahagia di sana ^^
maaf aku baru bisa saat ini benar-benar mempercayai kepergianmu dan merelakanmu.

You Might Also Like

4 Comments

  1. ikut berduka cita atas kepergian temannya

    ReplyDelete
  2. Kematian emang rahasia Tuhan. Duh.. Terharu bacanya.. :")

    Ada penyesalan ketika dulu gak deket sama seorang temen, eh tiba2 aja dia dipanggil. Hmm... Mungkin pesannya adalah menyayangi teman selama masih ada. :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ia kematian itu rahasia Ilahi >.< kita cuma bisa menyayangi selamanya dan menunjukkan kasih sayang kita selama orang itu masih ada

      Delete

Terimakasih atas komentarnya :) Maaf untuk yang meninggalkan komen dengan link hidup, terpaksa saya hapus. Juga yang komennya dibaca brokenlink terpaksa saya hapus.