Dari Selca Hingga BRT

April 11, 2014

Masih cerita di tanggal sembilan April...

Sepulang dari TPS, sepupu dan kedua tanteku berniat pergi ke MP (Mall Panakukang). Saya pun mau dong ikutan, jalan-jalan gini... kebetulan ada uang dari serangan fajar sudah lama tidak mengunjungi gramedia di sana, kali saja ada diskonan. Maka ikutlah saya bersama mereka. Sebenarnya malas juga si ke mall yang satu itu, selain mall itu ramainya cari satu-dua dengan Pasar Senggol, toiletnya bayar pula, sudah bayar bau pula. Jika tidak ingin mengunjungi gramedianya, saya mungkin memilih di rumah saja, mengerjakan suvenir yang belum juga sampai lima ratus buah.

Hujan masih saja turun di luar sana, sedangkan taksi yang kami tunggu belum juga datang. Sepupu saya yang pertama kali memulai selca, di susul saya yang ikut-ikutan, dan pada akhirnya kedua tanteku pun turut serta. Selca ini terus berlanjut hingga di atas taksi loh... Hahahaha...



Saya sangat kagum dengan kamajuan fotografi saat ini dan mengucapkan banyak terimakasih kepada “Camera 360” yang paling bisa mengangkat kecantikan kami dan menyamarkan noda-noda di wajah kami!!! Hahahahah... *postingan macam apa ini?!!* Hahahahah

Sesampai di MP, setelah mengunjungi beberapa toko, kami pun berpisah. Saya menuju gramedia, tante dan sepupuku menuju matahari. Ada banyak buku yang sedang di diskon di sana, tapi... masih terhitung mahal dibandingkan diskon gila-gilaan di Jawa sana. Banyak buku yang ingin saya beli tetapi mengingat isi dompet yang tidak seberapa dan perut yang mulai keroncongan, saya pun akhirnya lumayan lama berkeliling area buku yang di diskon tersebut untuk menentukan pilihan akan membeli buku apa.

Dan pada akhirnya saya membeli trilogi Warna Tanah karangan Kim Dong Hwa, lumayanlah untuk ke tiga buku itu saya hanya membayar delapan puluh ribu rupiah saja. Baiklah, mungkin yang mengenal saya, atau satu grup wa atau pun line dengan saya, mengetahui pada awalnya saya sangat tidak suka dengan ilustrasi buatan Kim Dong Hwa. Bagi saya gambarnya jelek dan buku semacam novel grafis itu jika gambarnya jelek maka akan merusak imajinasi pembaca. Tapi saat melihat dwilogi Sepeda Merah yang gambarnya berwarna dan terlihat indah di mata saya dan akhirnya meminjam buku itu pada Dhani, saya pun di buat penasaran untuk membaca trilogi Warna Tanah itu.

Selain trilogi Warna Tanah, saya sebenarnya sangat ingin membeli juga novel grafis Fotografi. Tapi ya pada akhirnya, saya memang hanya membeli tiga buku tersebut. Setelah membayar saya pun menuju salah satu tempat makan, perut saya sudah butuh diisi. Sambil menunggu pesanan dan sepupu beserta tante datang, saya membaca sekilas Warna Tanah dan mengamati gambar-gambarnya. Setelah saya cermati, tidak hanya sekilas mengintip seperti dulu saat memutuskan tidak menyukai gambarnya, pada akhirnya saya merasa cukup menyukai gambar di buku tersebut, terutama yang berwarna. Gambarnya itu seperti lukisan-lukisan klasik Cina dan jika dilihat sekilas memang terlihat jelek.

Pesanan datang saya pun segera makan, cukup lama juga menunggunya. Belum lagi pesanan sepupu dan tanteku yang bahkan setelah saya menghabiskan makananku, pesanan mereka belum juga datang. Padahal saya orang yang makannya sangat lama. Saat-saat menunggu itu, kami melihat BRT (Bus Rapid Transportation) yang menurunkan dan mengambil penumpang. Kebetulan memang kami duduk di bagian luar tempat makan tersebut, sehingga bisa melihat BRT itu. Saat itulah tercetus ide setelah makan ini untuk mencoba menaiki BRT. Maklum BRT di Makassar masih terbilang baru dan kami sekeluarga belum pernah sama sekali menaikinya.

Selesai makan kami pun menunggu kedatangan BRT, kami sepakat untuk nantinya turun di Karebosi Link, yang merupakan tempat pemberhentian terakhir BRT sebelum kembali lagi ke MP. Tarif BRT empat ribu rupiah per orang. Di dalam BRT mengingatkan saya pada busway di Jakarta tetapi dalam ukuran mini. Busway saat masih baru-barunya. Katanya ada wifi di BRT ini tetapi saat saya coba saya tidak menemukannya.


Masih setia melihat-lihat gambarnya di atas BRT

Di luar hujan semakin deras, AC BRT terasa semakin dingin, saya jadi ngantuk dibuatnya. Jadi ingat, saat naik busway sendirian beberapa tahun lalu, saya ketiduran dan dengan sukses melewatkan halte tempat seharusnya saya turun. Tapi karena kali ini saya bersama keluarga, saya cuek saja memejamkan mata, lagian perjalanan kami masih akan sangat panjang. Etapi sebelum tidur selca dulu lagi dong ya... Hihihihi...

Saat pertama naik, masih banyak kursi yang kosong, mumpung belum banyak orang kami selca deh


Saya terbangun ketika BRT itu telah sampai di Mall Ratu Indah, cukup terkejut mendapati hujan yang turun sangat deras di luar sana. Wah salah satu keuntungan menaiki BRT ini adalah kita tak perlu takut kebasahan terciprat air hujan... Meskipun begitu, saya tetap memiliki beberapa catatan untuk BRT ini; pertama sedikitnya tempat pemberhentian BRT ini, yang hanya berhenti di Mall saja dan pantai, padahal tidak semua orang ingin ke mall dan pantai saja. Hal ini mungkin bisa dimaklumkan karena BRT ini masih baru, pemerintah mungkin akan membangun halte-halte lainnya secara bertahap. Jadi ya kita tunggu saja.

Kedua, tarif BRT yang bagi saya cukup mahal. Empat ribu rupiah awalnya saya kira untuk sekali naik BRT tersebut, seperti busway yang jika berpindah busway atau pun cuma duduk di busway tanpa turun atau keluar dari halte hanya membayar sekali saja, bahkan tarif busway tak sampai empat ribu rupiah. Paling mahal hanya tiga ribu lima ratus rupiah. Ternyata tarif BRT yang empat ribu itu hanya sampai halte yang di Pantai Losari, setelah itu meskipun tinggal satu halte lagi baru kami turun, kami tetap harus membayar empat ribu lagi. Jadi memang jauh lebih murah naik kendaraan sendiri, ditambah bisa bebas singgah di mana pun. Jadi apakah BRT ini bisa menarik orang-orang untuk memakai kendaraan umum? Saya rasa untuk saat ini belum bisa.

Ketiga, jalur BRT ini masih memakai jalur umum, tidak khusus, sehingga sama saja dengan kendaraan lain bisa terjebak macet. Malah mungkin BRT inilah yang akan memperparah macet tersebut... Oh ia, kenapa ya halte-halte yang pertama kali dibuat malah keliling mall? Kenapa bukan di kampus-kampus?

Keempat, yang mungkin yang terakhir, BRT ini hanya beroperasi dari jam sepuluh pagi hingga jam tujuh malam. Memang tak bisa dipakai untuk pergi ke kantor, ke kampus, atau pun ke sekolah... lagian juga cuma keliling mall gini. Jadi ya...

Nah sesampai di Karebosi Link kami pun tanpa lelah mengelilingi tempat itu, bahkan ke MTC juga. Malam baru kami pulang ke rumah dengan perut yang kembali keroncongan.


 
Yippie dapat boneka Cony

You Might Also Like

2 Comments

  1. itu kursinya masih diplastikin ya? ada cerita kenapa kursinya diplastikin ngga? hhehehe...kali banyak yg iseng corat coret atau silet2 gitu hehehe....

    mirip semuaaaanya...... ah iya, bersaudara hehe.... salam buat semua

    ReplyDelete
    Replies
    1. Mungkin karena masih baru Gy ^^ baru beberapa bulan soalnya, mencegah kotor dan kusam lebih awal mungkin :p

      Hahaha ia nih faktor bersaudara jadi ya mirip, pabriknya sama ^^

      Delete

Terimakasih atas komentarnya :) Maaf untuk yang meninggalkan komen dengan link hidup, terpaksa saya hapus. Juga yang komennya dibaca brokenlink terpaksa saya hapus.