Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck
December 22, 2013
Tenggelamnya
Kapal Van Der Wijck
Oleh Hamka
Hak cipta @
Hamka
Penerbit PT
Bulan Bintang
Cetakan
ke-32
Mei 2009
236 hlm, 21
cm
Tenggelamnya
Kapal Van Der Wijck melukiskan suatu kisah cinta murni di antara sepasang
remaja, yang dilandasi keikhlasan dan kesucian jiwa, yang patut dijadikan
tamsil ibarat. Jalan ceritanya dilatar-belakangi dengan peraturan-peraturan
adat pusaka yang kokoh kuat, dalam suatu negeri yang bersuku dan berlembaga,
berkaum kerabat, dan berninik-mamak.
“Cinta bukan mengajar kita lemah tetapi membangkitkan kekuatan. Cinta
bukan melemahkan semangat, tetapi membangkitkan semangat.”
_Muluk
Ayah Zainuddin,
Pendekar Sutan, adalah orang Minangkabau asli, perihal perdebatan harta warisan
ia pun diasingkan selama dua-belas-tahun di Cilacap dan kemudian memilih
menetap di Makassar. Di Makassar ia menikah dengan Daeng Habibah, dan
tiga-empat tahun kemudian lahirlah Zainuddin. Baru saja Zainuddin dapat
merangkak sendiri, ibunya meninggal. Karena kedukaan ditinggalkan oleh orang
yang sangat dicintainya, ayahnya pun meninggal tak begitu lama sepeninggalan
ibunya.
Ketika beranjak dewasa,
Zainuddin pun meminta izin kepada pengasuhnya, Mak Base untuk berangkat ke
Minangkabau. Telah lama ia memimpikan tanah kelahiran ayahnya di Batipuh. Sayangnya
sambutan masyarakat di sana tidak seperti yang ia harapkan. Ia dianggap orang
luar, orang Makassar, karena ibunya bersukukan Bugis, bukan orang Minangkabau.
Akibatnya ia merasa terasing dan kesepian.
Perkenalannya dengan
Hayati, sang bunga Batipuh membuat hari-harinya tidak terasa sepi lagi. Mereka
pun sering saling berkirim surat dan lama kelamaan bunga-bunga cinta itu pun
muncul diantara keduanya. Sayangnya ada adat dan masyarakat Minangkabau yang
menjadi penghalang diantara mereka. Dan Zainuddin pun memutuskan meninggalkan
Batipuh dan menetap di Padang Panjang, hal itu juga dikarenakan mamak Hayati
memintanya untuk segera meninggalkan Batipuh. Sebelum berpisah, Hayati bersumpah
kepada Zainuddin untuk terus menunggunya dan selalu setia kepadanya.
“Cinta bukan melemahkan hati, bukan membawa putus asa, bukan
menimbulkan tangis sali sedan. Tetapi cinta menghidupkan pengharapan,
menguatkan hati dalam perjuangan menempuh onak dan duri penghidupan.
Berangkatlah! Dan biarlah Tuhan memberi perlindungan bagi kita.”
_Hayati
Selama Zainuddin di
Padang Panjang, surat-menyurat diantara mereka terus terjalin. Hingga suatu
hari Hayati memutuskan ke Padang Panjang untuk bertemu dengan Zainuddin, dia
pun menginap di rumah seorang temannya, Khadijah. Khadijah memiliki seorang
kakak yang bekerja di Padang yang juga kebetulan datang berlibur saat itu,
Aziz. Aziz pun terpesona pada kecantikan Hayati dan memutuskan untuk
mengirimkan lamarannya kepada keluarga Hayati di Batipuh. Aziz yang memang
keturunan Minangkabau asli dan juga dari keluarga terpandang tentulah lebih
disukai oleh keluarga Hayati, dibandingkan dengan Zainuddin...
Bagaimana kelanjutan kisah cinta antara Zainuddin dan Hayati?
Akankah Hayati menerima lamaran Aziz atau tetap setia menuggu
Zainuddin?
Dan apa pula hubungannya dengan tenggelamnya kapal Van Der Wijck?
Hmm... Ini buku pertama
Hamka yang saya baca. Sedari kecil, selain buku-buku Pramoedya saya lebih
banyak “memakan” buku-buku terjemahan, buku-buku yang dikarang oleh pengarang
luar seperti Enid Blyton, Agatha Christie, Sandra Brown, Nora Roberts, John
Grisham, Danielle Steel, dll. Itu karena saya membaca buku-buku koleksi Aba dan
tante saya, otomatis hanya pengarang-pengarang luar yang saya ketahui. Dan ya,
saya pun ingin sekali-kali membaca lebih banyak buku-buku pengarang Indonesia,
kususnya di periode pra-pasca kemerdekaan seperti Hamka ini.
Saat membaca buku ini
saya cukup exited dengan kisah yang diangkat dan gaya penulisan yang
“berbunga-bunga” yang digunakan pengarang. Iya, saya sangat suka membaca
buku-buku dengan gaya penulisan ejaan lama dan baku, yang bagi saya itu sangat
romantis. Apa hubungan antara ejaan lama, baku, dan romantis silahkan Anda
pikirkan sendiri ^^ Saya pun kurang bisa menjabarkannya menggunakan kata-kata. Saya
suka tema budaya yang diangkat, meskipun menggiring kita untuk menjust
kebudayaan tersebut. Yang sebetulnya tentu saja tidak adil karena kita hanya
melihat dari sepotong kisah ini.
Saya suka cinta remaja
di zaman dahulu yang tertuang pada buku ini yang yaaa romantis...
Berkirim-kirim surat itu sangat romantis bagi saya dan bagimana Zainuddin dan
Hayati berinteraksi satu sama lain itu sukses membuat saya tersenyum-senyum (saya
selalu berfikir mungkin saya lahir di zaman yang salah). Yang pasti saya
sangat menyukai gaya bahasa buku ini dan bagian awal hingga mulai memasuki
bagian pertengahan buku ini...
Di pertengahan buku
alis saya mulai terangkat, saya kurang bisa menikmati “ceramah-ceramah” atau
“doktrin-doktrin” yang terselip pada buku ini, yang mungkin harusnya sudah saya
antisipasi mengingat sang pengarang adalah salah satu tokoh agama yang sangat
berpengaruh di masanya. Entahlah, saya malah merasa membaca buku agama yang
sangat membosankan dan menggurui yang selalu membuat saya ingin muntah. Dan saya
pun tidak menyetujui beberapa pandangan Zainuddin, atau pengarang, di buku ini.
Untuk segi penokohan,
tokoh-tokohnya digambarkan dengan kuat dan meninggalkan kesan yang dalam di
kepalaku. Meskipun ya, semua tokoh di buku ini menjengkelkan bagi saya,
terutama si Zainuddin ini. Zainuddin ini sangat menjatuhkan karakter orang
Bugis-Makassar bagi saya, lembek dan enggak banget-lah pokoknya. Tipe lelaki
yang iyuhhh... Saya sebel sekali membaca surat-suratnya yang “menuduh” dan
berceramah kepada Hayati. Saya jijik dengan surat-surat selanjutnya yang
memohon-mohon, gak punya harga diri bagi saya. Saya juga MUAK dengan dirinya
yang selalu mau dikasihani! Yang selalu mengungkit-ungkit kemalangannya yang
tidak beribu dan berayah lagi! Halooooo emang di dunia ini kamu saja gitu yang
yatim-piatu?!! Errrr... Muaklah pokoknya!
“Hai Guru Muda! Mana pertahanan kehormatan yang ada pada tiap-tiap
laki-laki? Tidakkah ada itu pada Guru? Ingatkah Guru bahwa ayah Guru terbuang
dan mati di negeri orang, hanya semata-mata lantaran mempertahankan kehormatan
diri? Tidakkah dua aliran darah yang panas ada dalam diri Guru, darah
Minangkabau dari jihat ayah, darah Mengkasar dari jihat ibu?
_Muluk
Saya pun tidak bisa
menyukai Hayati, meskipun ia masih lebih mendinglah dibandingkan Zainuddin.
Setidaknya ia lebih dewasa dan memiliki sifat yang keibuan dan belas-kasiahan
yang besar. Jika ada karakter tokoh yang tidak menjengkelkan di buku ini
hanyalah Mak Base dan Muluk. Itu pun mereka hanya di kisahkan sedikit pada buku
ini, ya memang si mereka hanya peran pendukung.
Mendekati akhir buku
ini saya pun kembali dapat menikmatinya lagi. Tokoh Zainuddin pun
perlahan-lahan berubah menjadi “lelaki”, meskipun bagi saya tetap saja
menjengkelkan. Saya suka bagaimana endingnya dan ya saya menutup kisah ini
dengan puas. Meskipun kisah di buku ini tidak dapat membuat saya terhanyut dan terus
membayangi saya berhari-hari seperti saat membaca Gone With the Wind, Jane
Eyre, A Walk to Remember, The Notebook, dan Love Story. Tapi setidaknya buku
ini cukup layak bersanding dengan buku-buku koleksiku di rak dan saya tidak
merasa rugi membelinya ^^
“Kalau bagi saya, sekiranya datang malaikat dari langit, mengaku sudi
menjadi kecintaanku, dibawanya sangkar dari emas, cukup pakaian dari sutra
ainal benaat, bermakhotakan intan baiduri, tetapi kemerdekaanku dirampas, dan
aku wajib tinggal selama-lamanya dalam sangkar mas itu; jika aku bernyanyi
hanya untuk dia, jika aku bersiul hanya buat didengarnya, aku diikat, dipaksa
turut ikatan itu. Maka terima kasih bagi malaikat, selamat jalan bagi sangkar
mas, selamat pergi bagi mahkota baiduri. Bagiku, bebas menurutkan kata hati, di
bawah perintah diri seorang, itulah tujuan yang paling tinggi di dunia ini.”
_Khadijah
10 Comments
jadi, hubungannya dg kapa apa?
ReplyDeletebisa ndak yah dipinjam ini bukuuuuuu :))
Hihihi baca sendiri ajaaa ^^ kalo aku ceritain bakalan jadi spoiler. Boleh, tapi udah banyak yang antri si...
DeleteAku juga penasaran, kenapa dikasih judul kapal ya? :))
ReplyDeleteBaca Jun, bacaaaa.... Judulnya jadi akhir ceritanya :p
Deletekemaren pengen nonton ini tapi istri ku lebih tertarik sama Walking with dinosour
ReplyDeleteNonton Om filmnya keren kalo aku si ^^ Hahaha
Deletebukunya dibeli dmn kk?
ReplyDeleteAther tinggalnya di mana? Aku tinggalnya di Makassar dan kebetulan nemu buku ini di toko buku siswa di jalan Mongensidi ^^
Deletedan lagi-lagi, romantisme telah meninggalkan jejak pada pemuda.
ReplyDeletenovel sastra yang (mungkin) menginspirasi saya masuk kuliah di sastra. hehe
aku sudah pernah baca buku ini saat masih duduk dibangku sekolah, kira-kira tahun 2004. Lama sekali ya, sampai kenanganku akan isi buku ini mulai meredup
ReplyDeleteTerimakasih atas komentarnya :) Maaf untuk yang meninggalkan komen dengan link hidup, terpaksa saya hapus. Juga yang komennya dibaca brokenlink terpaksa saya hapus.