Haji Murad
December 12, 2013
Hadji Murad
By Leo
Tolstoy
Penerjemah:
Fahmy Yamani
Penyunting:
Anton Kurnia
Pewajah
Isi: Eri Ambardi
Hak
terjemahan Indonesia ada pada Serambi
Penerbit PT
Serambi Ilmu Semesta
Cetakan 1:
Juli 2013
242 hlm
“Dan oleh karenanya, aku teringat cerita lama dari Kaukasus. Sebagian
dari cerita ini kusaksikan sendiri, sebagian kudengar dari sejumlah saksi, dan
sebagian kubayangkan sendiri. Cerita itu, saat berwujud di dalam kenangan dan
imajinasiku, berlangsung seperti ini...”
_Hlm 8
Karya
pamungkas Leo Tolstoy yang baru diterbitkan setelah kematiannya ini adalah
dongeng moral paling dahsyat pada zaman kita.
Novel ini
terinspirasi oleh sosok historis dan kontroversial yang didengar Tolstoy ketika
bertugas sebagai tentara di Kaukasus. Kisah ini menghidupkan sang pejuang terkenal,
Haji Murad, seorang pemberontak Checnya yang berjuang dengan garang dan gagah
berani melawan kekaisaran Rusia.
Haji Murad
adalah gambaran menggetarkan sosok pejuang tragis yang masih dikenang hingga
kini. Inilah sebuah kisah indah tentang cinta, perjuangan, dan pengorbanan yang
layak Anda renungkan.
Sebelum membaca buku
ini saya membayangkan Haji Murad adalah sosok pahlawan yang gagah perkasa dan
pemberani, yang membela tanah airnya hingga titik darah penghabisan. Ya semacam
kisah-kisah pahlawan tanah air kita. Bayangkan betapa terkejut, berprasangka,
dan sanksinya saya ketika membaca bab-bab awal di buku ini, dimana Tolstoy
menyuguhkan saat-saat Haji Murad dan para muridnya berlari dari kejaran Shamil
untuk membelot kepihak Rusia. Wah jadi Haji Murad ini seorang pengkhianat?
Begitu pikir saya.
Entah terjemahannya
yang memang aneh atau daya magis tulisan Tolstoy memudar, saya kurang mampu
menikmati cara bertutur Tolstoy di buku ini. Saya pun malas-malasan membacanya.
Untuk ukuran buku yang tebalnya hanya 242 halaman, butuh waktu sembilan hari
baru saya dapat menamatkannya. Banyaknya juga tokoh-tokoh yang tak penting yang
diceritakan membuat saya jengkel! Mengapa tak fokus saja di Haji Murad, murid,
dan keluarganya? Meskipun saya tahu si, Tolstoy sangat sulit mengumpulkan data
mengenai Haji Murad ini.
“Jika dia membunuhku, itu berarti Allah menghendakinya.”
_Haji Murad
Pada pertengahan novel
ini hingga tamat, saya pun tak kuasa “jatuh cinta” dengan Haji Murad. Pada
keberaniannya dan pada ras cintanya kepada keluarganya. Hanya saja rasa cinta
saya ini sungguh membuat frustasi. Saya memprumpamakan-nya dengan jatuh cinta
pada pandangan pertama pada seseorang yang kita temui di tengah keramian, lalu
orang itu menghilang dan kita tak pernah lagi bertemu dengannya. Nyesek!
Mengapa? Karena sangat sedikit yang kita ketahui mengenai Haji Murad ini.
Menamatkan bukunya hanya menimbulkan pertanyaan yang lebih besar saja. Bahkan
ketika saya mensearch-nya di google saya tetap tak dapat mengenal sosok Haji
Murad lebih jauh.
Seandainya buku ini
setebal Musashi atau Taiko, saya tidak akan sefrustasi ini menamatkannya, saya
bisa mengenal Haji Murad lebih dalam...
“Kematian ini diingatkan kepadaku oleh serpihan bunga widuri di tengah
ladang yang baru di bajak.”
_Hlm 238
“Kalian, burung di udara, terbang ke rumah kami, sampaikan pada adik,
ibu, dan perawan berkulit putih bahwa kami semua gugur dalam ghazavat. Katakan
pada mereka, tubuh kami tidak akan tergeletak di dalam kuburan, tetapi serigala
yang kelaparan akan memakan dan mengunyah tulang kami, dan burung gagak hitam
akan mematuki mata kami.”
_Lagu bangsa Checnya
1 Comments
kak ini buku nya masih ada di gramed gk yah ? buku terjemahannya..
ReplyDeleteTerimakasih atas komentarnya :) Maaf untuk yang meninggalkan komen dengan link hidup, terpaksa saya hapus. Juga yang komennya dibaca brokenlink terpaksa saya hapus.