SEWINDU
2:37 am
SEWINDU
Cinta Itu
Tentang Waktu
By Tasaro
GK
Editor: A.
Mellyora
Proofreader:
Hartanto
Desain
sampul dan isi: Rendra TH
Penata
letak isi: Diyantomo
Ilustrator:
Bayu
Cetakan
pertama, Maret 2013
Penerbit
Metagraf, Creative Imprint of Tiga Serangkai
382 hlm
“Pada akhirnya, masa lalu adalah lembaran terbuka yang hanya perlu dibuka
untuk mengambil kebaikan-kebaikan darinya. Bukan lagi alasan untuk memprotes
dari mana manusia berasal.”
_hlm 360

Semua
tampak berbeda dari setiap karya yang diramu apik dalam kisah-kisah fiksinya,
semua terasa lebih “bertutur” karena dalam Sewindu ia bernarasi tentang setiap
jengkal episode dan wilayah hidupnya dalam kebersahajaan, kejujuran, bahkan
kejenakaan.
Ia
menjumpai banyak pribadi yang mengisi setiap ruang hidup dan pribadinya, dari
masa kanak hingga usia matangnya dan bermetamorfosis menjadi seorang ayah saat
ini. Bersinggungan dengan gempita dunia kampus dan komunikasi yang digelutinya,
bahkan ia memasuki riuhnya dunia kerja yang kompleks dalam arus gelombang yang
bertumbuh.
Ya, arus
indah itu bernama cinta, dan cinta itu tentang waktu.
“Tidak ada yang salah dari masa lalu selama itu membentuk kedewasaan
seseorang.”
_hlm 361
Sebagai seorang yang
begitu menyukai karya-karya Tasaro GK, buku ini menjadi buku yang wajib saya
miliki. Dari sinopsisnya saja saya sudah menduga bahwa dengan membaca buku ini
akan mengenalkan saya lebih dekat kepada penulis idola saya ini. Dan ya memang
seperti itu~ Dari buku ini saya mengetahui nama sebenarnya seorang Tasaro GK
adalah Taufik Saptoto Rohadi!!! Di buku ini juga Tasaro memaparkan proses
kreatifnya saat menuliskan novel Muhammad: Lelaki Penggenggam Hujan, yang tidak
mudah, yang membuatnya juga mengalami perjamuan spritual luar biasa. Sayapun
mengetahui bahwa ia pada awalnya ditawari untuk menuliskan tentang Rasullullah,
bukan dia yang berinisiatif untuk menuliskannya. Dan apakah hal itu mengurangi
kecintaan saya terhadap buku itu atau pun penulisnya? Tentunya tidak. Saya
semakin mencintai buku dan penulis ini, saya semakin menghormatinya.
Dan pada bagian ia memaparkan
tentang mimpinya membuat Kampoeng Boekoe membuat saya teringat kembali tentang
mimpi saya yang hampir sama dengan beliau. Bedanya dia telah memulai mimpinya
itu, dan saya masih sekedar mimpi saja...
Apa lagi ya?
Sebenarnya sudah lama
saya menamatkan buku ini, tapi bingung saat mau menuliskan reviewnya. Saya suka
sekali buku ini, ya mungkin penilaian saya gak objektif karena saya
mengidolakan sang penulis dan rasanya review ini akan membosankan karena hanya
berupa hal-hal yang baik saja dari buku ini, saya tidak menemukan kekurangan
dari buku ini.
Sesuai harapan saya,
membaca buku ini mendekatkan saya dengan sang penulis. Saya mengetahui
orang-orang yang berada di sekitar penulis dan orang-orang yang membuatnya
“ada” hingga seperti saat ini. Saya ikut merenung, tertawa, bersedih, dalam
setiap perjalan rentang waktu sewindu itu.
Untuk cover saya pun
sangat menyukainya, dengan warna hijau yang mendominasi, terlihat begitu adem
dan menenangkan. Juga sebuah pohon kehidupan yang simple tapi mengena sekali
untuk isi buku ini. Ilustrasi berwarna pada buku ini pun semakin menambah
keindahannya.
Oh ia, saya siap
berperang dengan seseorang yang tidak menyebutkan namanya yang mengatakan
Nibiru adalah sebuah karya yang nyungsep dan berkualitas tong sampah.
Sepertinya orang itu sama sekali tidak memiliki selera yang bagus akan sebuah
buku. Memang setiap selera bacaan orang berbeda-berbeda, tapi sampai mengatakan
buku Nibiru berkualitas tong sampah? Hah! Saya yakin bacaan orang itu sama
sekali tidak bermutu ._. *emosi ceritanya*
“Sebuah ulasan di internet sempat pula membuat saya sedikit melempem
suatu waktu. Disanding-sandingkan dengan Dewi ‘Dee’ Lestari, saya dan Atlantis
dikatakan terjun bebas dan tak mendarat dengan mulus. Spesial untuk Nibiru
dikatakan karya itu membuat saya nyungsep dengan menyedihkan. Hal yang membuat
saya terheran-heran alasan si pengkritik mengejek Nibiru sebagai karya yang
nyungsep adalah ide bahwa Atlantis adalah Indonesia purba. Hal yang menurutnya
berkualitas tong sampah.”
_hlm 340
Akhir kisah saya
menjadi semakin tidak sabar untuk membaca buku ke tiga trilogi Muhammad dan
buku kedua Nibiru, juga sebuah buku yang Tasaroh tulis bersama Almarhum Ibunya.
Mas Tasaroh kapan dong ketiga buku itu terbit??? Dan ya saya merekomendasikan
buku ini untuk setiap pembaca dengan genre bacaan apapun ^^
“Sewindu, delapan tahun, adalah waktu yang bisa jadi lama atau malah
sebentar. Tapi bagi saya, itu tentang waktu yang cukup untuk menimbang cinta.
Mengalami banyak hal bersama Mimi, menyikapi setiap permasalahan, mencari
solusi, dan menjalani paket kehidupan yang berbagai-bagai warna dan rasa,
memunculkan sebuah konklusi: cinta itu tentang waktu.
Meskipun orang-orang akan berbeda pendapat mengenai hal ini, kami
percaya, perasaan cinta yang belum teruji oleh waktu dan keadaan yang bermacam
bentuknya, baru akan memberi rasa yang mendebarkan, rindu dendam, sedih dan
senang. Sedangkan, waktu dengan caranya yang tenang, akan memberi banyak
pembuktian. Bahwa setiap kata akan dicari konfirmasinya. Setiap puisi tak
selalu berhasil melunakkan hati.
Sebab, mencintai pada tingkat yang solid adalah komitmen. Terkadang,
rasa terombang-ambing dan membuat bimbang. Ada waktunya kata-kata mesra sudah
terkunci dan sulit dikeluarkan lagi. Namun, ketika komitmen itu terjaga.
Keinginan untuk membangun kehidupan yang berarti terus dijalani, itulah cinta.
Seharusnya, cinta menjadi energi pembangun yang tak ada habisnya. Hal
itulah yang kami resapi pada waktu sewindu ini.”
_Hlm 378
2 komentar
aaaah belum beli yang ini >,<
ReplyDeleteBeli gih ^^ Hahahaha
DeleteTerimakasih atas komentarnya :) Maaf untuk yang meninggalkan komen dengan link hidup, terpaksa saya hapus. Juga yang komennya dibaca brokenlink terpaksa saya hapus.