Puasa Pertama: Seperti Tahun-tahun Sebelumnya
10:00 pm
Bagi sebagian orang, sebagian
besar orang, moment puasa pertama adalah moment untuk pulang... Pulang ketempat
dimana orang-orang yang mereka kasihi tinggal. Pulang ke sebuah rumah yang
mereka rindukan. Mencicipi kebersamaan merasakan nikmatnya sahur dan berbuka
pertama bersama. Ada antusiasme yang
selalu hadir ketika menyambut Ramadhan, ada kesedihan mengingat tiap-tiap orang
yang tidak lagi bersama kita, yang tidak akan pernah lagi merasakan Ramadhan
bersama.
Puasa pertama ini tidak jauh
berbeda dengan puasa pertama di tahun-tahun yang lalu. Sekitar jam setengah 4
kami dibangunkan oleh Ibu (panggilan saya pada tante) untuk segera sahur. Dan
seperti kebiasaan di tahun-tahun yang lalu, untuk beberapa hari pertama, menu
sahur kami akan memenuhi kriteria 4 sehat 5 sempurna, setelah itu akan berganti
menjadi indomie (_ _”). Hari demi hari~
Ketika bangun sahur tadi, hujan turun
lumayan deras. Entah, saya tiba-tiba kepikiran tentang Malaikat Mikail. Betapa
akan sangat sibuknya ia, karena bahkan di bulan July ini pun hujan akan sering
turun. Apa malaikat itu pernah merasakan lelah? Apakah ia diciptakan dengan
perasaan lelah? Atau tidak punya perasaan? Setauku sih tidak punya nafsu. Tapi
nafsukan bagian dari perasaan?!! Bukan? Oh sudahlah, saya pun bangun dan
mencuci muka kemudian menyantap menu sahur yang memanjakan lidah dan leher
serta badan ini. Alhamdulillah...
Ramadhan juga berarti waktunya
untuk kembali mendekatkan diri kepada Sang Kekasih. Saya yang sholatnya bolong-bolong, merasa
takjub ketika sholat di mesjid, dan saya ternyata masih mengingat bacaan
sholat. Saya juga tidak melewatkan memperhatikan bangunan mesjid yang semakin
megah itu dan jamaahnya yang memadati mesjid di subuh hari ini. Tren fashion
kudung-pun berkembang saat ini rupanya, yang dulunya kudung hanyalah berwarna
putih, saat itu aku melihat perempuan-perempuan dengan kudung yang
berwarna-warni dengan motif bunga-bunga yang berwarna-warni pula. Bahkan ada
beberapa, ibu-ibu dengan kudungnya yang “cilla’-cilla’” yang ketika sholat
membuat konsentrasiku pecah karena bias kilau kudungnya menarik perhatianku
*kentara ye, sholatnya dak khusyuk sembarang na perhatikan orang =p hehehehe*
Setelah solat subuh saya kembali
tidur dengan sangat nyenyak dan baru terbangun ketika suara azan mesjid berkumandang,
menandakan telah memasuki waktu duhur ^^V. Puasa saya makruh gak ya? Hehehe...
Setelah terburu-buru mandi dan kemudian sholat, saya kembali seperti biasa
menghabiskan hari. Tak ada yang spesial, puasa pertama hanya di rumah saja,
bersama keluarga.
Mendekati waktu berbuka, saya
dibuat tertegun sendiri dengan banyaknya cemilan berbuka yang terhidang. Saya
sampai bingung akan memakan yang mana terlebih dahulu. Dan alhasil dasar kalap, setelah berbuka dan sholat magrib dan kemudian menyantap makan malam, saya mau
muntah saking kenyangnya. Dan saya pun ngantuk dan memutuskan untuk sholat
taraweh di rumah saja. Puasa pertama yang gak berkah? Mungkin... Tapi siapa
kita yang mampu mengukur kadar pahala puasa seseorang? Dan bagi saya, pahala
itu tak penting. Saya tidak butuh pahala seperti saya tidak membutuhkan gelar
^^ #ehh *salah fokus*
Yang saya butuhkan adalah
keberadaan Sang Kekasih yang bisa kulihat di mana pun aku memandang. Dan
kerelaan diriku menjadi bukan siapa-siapa, bukan apa-apa, dan tiada...
Oh ia, puasa hari ini secara
berganti-gantian Al-Quran dan An Artist of the Floating World karya Kazuo
Ishiguro menjadi bacaan yang menemani hari ini... Sebentara tiga buku bulan
kemarin yang belum sempat di resensi masih menunggu untuk segera di resensi.
0 komentar
Terimakasih atas komentarnya :) Maaf untuk yang meninggalkan komen dengan link hidup, terpaksa saya hapus. Juga yang komennya dibaca brokenlink terpaksa saya hapus.