Tintentod

February 28, 2013




TINTENTOD
By Cornelia Funke
@ Cecilie Dressler Verlag GmbH & Co. KG,
Hamburg 2007
Copyrights arranged through Tuttle-Mori Agency Co., Ltd
All rights reserved

INKDEATH
Aliha bahasa: Monica D. Chresnayani
Editor: Barokah Ruziati
Ilustrasi: Cornelia Funke
Hak cipta terjemahan Indonesia:
PT Gramedia Pustaka Utama
Penerbit:
PT Gramedia Pustaka Utama

Desember 2012

728 hlm; 23 cm

“Menurutku kadang-kadang kita harus membaca cerita yang segala sesuatunya berbeda dari dunia kita, kau sependapat, bukan? Kita jadi belajar untuk mempertanyakan mengapa pohon berwarna hijau dan bukan merah, dan mengapa kita punya lima jari, bukan enam.”
_Mo

Di Tintenwelt, kehidupan ternyata jauh dari mudah setelah berbagai perstiwa luar biasa Tintenblut, ketika Meggie, Mo, Resa, Farid dan Staubfinger kembali memasuki dunia di dalam buku. Dengan tewasnya Staubfinger dan berkuasanya Pangeran Perak yang kejam, kisah yang memerangkap mereka pun berubah ke arah yang tidak diinginkan.

Mo mengambil alih nama dan peran Gagak Biru, perampok legendaris karangan Fenoglio yang ia ciptakan dengan menggunakan karakter Mo. Hal tersebut menghawatirkan Resa dan Meggie. Resa merasa dunia ini merubah Mo menjadi seseorang yang tidak ia kenali. Demi keselamatan Mo, ia merasa mereka harus meninggalkan dunia ini dan kembali ke dunia mereka. Maka ia bermohon kepada Fenoglio untuk menuliskan sesuatu yang bisa mengantar mereka pulang, tapi sayangnya semenjak kematian Cosimo yang ke dua, Fenoglio bersumpah untuk tidak menulis lagi. Maka harapan satu-satunya Resa adalah Orpheus...

“Kata-kata tidak bisa mengubah siapapun! Mungkin kata-kataku mengajari suamimu hal-hal tentang dirinya yang tidak pernah ia ketahui, padahal selama ini sudah ada di sana, dan kalau sekarang ia menyukainya, kau tidak bisa menyalahkanku!”
_Fenoglio

Sementara itu Farid yang sekarang menjadi pelayan Orpheus demi untuk mengambil kembali Staubfinger dari tangan perempuan putih harus merasakan penderitaan dan penghinaan yang bertubi-tubi. Melayani Orpheus yang narsistik, jahat, dan haus kekuasaan, yang terus-terusan menulis dan membacakan perak untuk dirinya sendiri, dan memunculkan mahluk-mahluk yang tidak ada di dunia ini demi mengambil hati penguasa yang baru yang mencintai perburuan.


Dan Elinor yang ditinggalkan merasakan kerinduan yang sangat besar terhadap Mo, Resa, dan Meggie. Buku tidak dapat lagi melipur laranya. Menjadi kurus dan semakin pemurung hari demi hari. Darius yang akhirnya tidak tahan lagi dengan tingkah Elinor akhirnya mencoba membacakan “tiket” mereka menuju Tintenwelt.

Bersama datangnya musim dingin, harapan kembali timbul, tapi hanya kalau Meggie dan Mo dapat memperbaiki kesalahan-kesalahan masa lalu dan membuat kesepakatan berbahaya dengan kematian...

“Ketidakadilan tidak akan hidup untuk selama-lamanya. Tidak akan bisa!”
_Violante

Dapatkah Mo dan Meggie memperbaiki kesalahan masa lalu mereka? Kesepakatan apa yang mereka buat dengan kematian itu sendiri? Berhasilkah Elinor dan Darius menyusul mereka ke Tintenwelt? Dan bagaimana kelanjutan hubungan Meggie dan Farid? Dapatkah mereka mengembalikan Staubfinger dari tangan-tangan perempuan putih?

“Hanya kematian yang akan membuatmu kekal, Gagak Biru.”
_Perempuan Putih

Buku ini adalah akhir dari trilogi Tintenherz, ada perasaan tidak rela untuk mengucapkan perpisahan padanya. Ada ketidakrelaan kisah ini berakhir, semoga saja Cornelia Funke membuat sequel dari kisah ini. Seperti Meggie, Mo, Resa, Elinor, dan Orpheus yang jatuh cinta dengan Tintenwelt, saya merasakan hal yang serupa. Cornelia Funke berhasil menciptakan sebuah dunia impian yang membuat kita bermimpi bisa masuk ke dunia tersebut.

Manusia kaca. Saya ingin mempekerjakan satu manusia kaca, tidak untuk meruncingkan pena tetapi untuk mengetikkan tulisan saya :p

Meminjam kata-kata dari School Library Journal, “Funke dengan sukses mengeksplorasi masalah nasib, kehendak bebas, dan kekuatan cerita dalam kisah yang dramatis, menutup trilogi ini dengan akhir yang memuaskan.” Meskipun akhirnya memuaskan, saya tetap belum rela kisah ini berakhir! Sudah berapa kali saya mengatakannya ya?!! :p hehehe

Di buku ini peran beberapa tokoh semakin berarti. Seperti Resa misalnya, di buku ini dia tidak hanya menjadi istri Mo dan ibu Meggie, dia bahkan menentukan alur kisahnya. Sementara itu kisah percintaan Maggie dan Farid mengalami cobaan. Dan spoiler ahh, akhir kisah mereka tidak bersama-sama. Yeah Farid memang lebih cocok menjadi kaum berwarna yang rupawan, pujaan para gadis.

“Sering kali kata-kata atau gambar-gambar yang pertama kali memberitahu apa yang kita dambakan.”
_Violante

Pahit manisnya hidup, walaupun hanya sekejap, tidak pernah lebih dari sekejap, segala yang diperoleh akan hilang lagi, hilang dan ditemukan kembali.”
_Staubfinger

Peta Tintenwelt

 Oh ia, mengapa penerjemah pada Tintenblut menggunakan Inkworld untuk nama dunia itu dan pada Tintentod ia menggunakan Tintenwelt? Sedikit membingungkan...

You Might Also Like

1 Comments

  1. Inkworld dan Tintenwelt memiliki arti yang sama dalam bahasa Indonesia, yaitu dunia tinta. Mungkin, kedua penerjemah buku tersebut ingin mempertahankan kata inkworld dalam bahasa inggris dan kata Tintenwelt dalam bahasa Jerman. Ternyata, alih bahasanya sama. Di buku pertama, alih bahasanya Dinyah Latuconsina. Di buku kedua, Dinyah Latuconsina berkolaborasi dengan Monica D. Chresnayani, sedangkan di buku ketiga full Monica D. Chresnayani. Yang saya ingin tahu, apakah mereka mengalihbahasakan langsung dari bahasa Jerman atau dari bahasa Inggris? huft

    ReplyDelete

Terimakasih atas komentarnya :) Maaf untuk yang meninggalkan komen dengan link hidup, terpaksa saya hapus. Juga yang komennya dibaca brokenlink terpaksa saya hapus.