Dari Makassar ke Balikpapan Kemudian ke Samarinda
January 18, 2013
Selasa 15 Januari 2013
Hari ini untuk pertama kalinya saya naik pesawat Citylink, terbang menuju Balikpapan, menginjakkan kaki di Pulau Kalimantan dan menempuh perjalanan kurang lebih tiga jam naik mobil ke Samarinda. Pagi sekitar jam delapan saya sudah bangun, mandi, dan segera menuju Bandara Hasanuddin diantar oleh sepupu. Hari itu Makassar masih diselimuti hujan deras dan angin kencang, menimbulkan perasaaan was-was di hati saya. Bagaimana kalau? Bagaimana jika? Mungkin inilah resiko menjadi seorang penghayal, terlebih penghayal yang mampu memproyeksikan khayalannya sehinggah seperti menonton adegan film di depan mata.
Sesampai di bandara, saya segera menuju "kantor" Citylink, menunjukkan KTP dan nomor bookingan tiket. Setelah tiket sudah di tangan, tanpa berlama-lama saya ingin segera masuk dan membayar boarding pass dan menyerahkan koper saya untuk di simpan di bagasi pesawat, dan menunggu dengan santai di ruangan tunggu bandara, tapi seorang ibu meminta tolong agar saya bersama-sama dengan putranya yang mungkin baru kali ini naik pesawat seorang diri. Saya memelankan langkah agar pemuda itu tidak kehilangan jejak ku, sedikit geli sebenarnya, soalnya lelaki itu bukan anak kecil lagi. Dari tampangnya ia sepertinya anak SMA atau kuliahan... Yiahhh ini mungkin kali pertama ia bepergian seorang diri atau mungkin ia baru kali ini naik pesawat. Apapun itu, dari semenjak memasuki bandara hinggah turun dari pesawat ia mengikutiku terus seperti anak ayam. Dan tidak ada perbincangan diantara kami, hanya sesekali saling melemparkan senyum. Saat itu saya sedang "kedatangan tamu", tidak mood berbincang dan berbasa-basi. Mungkin juga saya ini antisosial?
Di ruangan tunggu Gate 2, saya duduk nyaman (laki-laki itu duduk manis di sampingku) sambil online dan mengawasi pemandangan dari jendela. Hujan masih turun, meskipun tidak deras. Saya menduga pesawat akan di delay (seperti biasanya), dan saya masih akan lama duduk menunggu di sini. Ternyata pesawat tiba tepat waktu, meskipun kami harus berpindah ke Gate 4. Wah seumur hidup, ini pesawat pertama yang saya naiki tidak di delay. Mungkinkah pesawat Citylink memang selalu ontime?
Di atas pesawat, saya duduk di seat 21A, tepat di samping jendela. Syukurlah, saat ke Jakarta tahun lalu, saya duduk di tengah di antara dua bapak-bapak super gendut. Sungguh sial rasanya saat itu. Kali ini di sampingku duduk seorang anak kecil hiperaktif dan super nakal bersama bapaknya yang pendiam, saking pendiamnya dia kelabakan mengurus anaknya. Anak kecil itu melompat-lompat, berteriak-teriak, dan membuka terus seatbelt-nya, juga membuka-tutup meja di depan kami. Sebenarnya saya tidak terganggu oleh ulah anak kecil itu, saya paham pasti sulit bagi jiwa kecil itu untuk duduk manis, diam, dan "diikat" di atas kursi. Yang membuatku tidak tahan adalah bau kakinya!!! Kenapa anak kecil berbau kaki sedahsyat itu? Sungguh sangat memualkan! Saya memalingkan wajah terus-terusan ke arah jendela, berharap ada angin segar yang berhembus, meskipun tidak mungkin.



Setidaknya akibat tidur jam empat subuh saya sangat ngantuk dan segera tertidur meskipun si anak kecil masih sibuk berteriak-teriak dan penumpang pesawat lainnya masih mengoceh dalam berbagai dialek dan bahasa yang tidak kupahami. Saya terbangun saat pesawat telah berada di atas Makassar dan mengalami turbulensi parah. Pesawat terguncang-guncang hebat, dan dari jendela kulihat sekeliling gelap, sangat gelap. Kupikir saat itu kami sedang menembus awan gelap yang semenjak awal tahun mengelayuti Makassar. Penumpang saat itu serentak terdiam, bahkan anak-anak kecil yang menangis dan mengoceh pun terdiam, juga anak kecil di sampingku tiba-tiba duduk manis sambil memeluk lengan bapaknya erat. Kulihat wajahnya memucat, dia sangat ketakutan. Aku mendapati saat itu terasa menggelikan tapi tidak mampu tertawa. Khayalanku mengambil alih dan satu pikiran yang terus ada; sayang sekali aku sudah dua hari tidak bertemu lelaki mentariku...
Setelah sukses menembus awan gelap, penerbangan itu terbilang biasa saja, kecuali bau kaki anak kecil di sampingku yang masih begitu mengganggu. Tidak lama rupanya penerbangan dari Makassar ke Balikpapan, hanya memakan waktu kurang lebih lima puluh menit. Pesawat pun mendarat di bandara Sepinggan. Bandara Sepinggan terletak di tepi pantai dan sedang dalam tahap perbaikan saat ini.
Setelah mengambil koper saya bertanya pada petugas bandara di mana counter mobil travel yang akan mengantar saya ke Samarinda. Sebelumnya sepupuku sudah berpesan untuk hanya menaiki mobil travel Cipaganti atau Kangaroo, yang lebih aman dan terpercaya katanya (bukannya mobil travel yang lainnya tidak aman, ternyata hanya karena dua mobil itu yang selalu ia naiki). Petugas menunjukkan counter mobil travel Kangaroo dan saya pun segera membeli tiketnya. Tiketnya seharga seratus ribu rupiah. Saya bertanya-tanya sejauh apa jarak Balikpapan-Samarinda itu.
Naik mobil ke Balikpapan dari Samarinda ternyata memakan waktu tiga jam. Lebih dekat dari jarak Makassar ke Pare-pare, cukup mahal juga harga tiketnya jika dibandingkan BMA (mobil travel di Makassar) yang hanya enam puluh lima ribu rupiah ke Pare-pare. Sudah itu tidak disediakan cemilan atau setidaknya air putih pula...
Mobilnya baru berangkat jam 13.30, saya masih punya waktu sekitar dua jam untuk makan. Setelah makan pun, masih tersisa waktu setengah jam sebelum mobil berangkat, maka saya mulai memperhatikan orang-orang di sekitarku. Di depan pintu keberangkatan, sekelompok bapak-bapak sedang duduk sambil merokok. Saya berasumsi mereka pekerja pertambangan yang mendapatkan jatah liburan sehingga akan pulang kampung. Dan di dalam ada serombongan gadis bertampang tua (tidak ada maksud menghina) berdiri sambil menenteng tas yang cukup besar. Dari logat bicaranya, sepertinya mereka orang Jawa. Mungkinkah mereka calon TKW?
Jam 13.30 datang dan berlalu, mobilnya belum terlihat sama sekali. Mungkinkah saya menunggu di tempat yang salah? Saya bertanya pada satpam, dan betul, ini tempat yang seharusnya. Lalu dimana mobil travel tersebut? Ahhh saya terbuai dengan ketidak-delay-an pesawat tadi. Indonesia... Apa si yang tidak lelet?!! Jam 14.00, mobilnya baru datang. Untungnya setelah semua penumpang naik, mobil pun langsung berangkat. Sepanjang jalan yang berbukit-bukit dan berkelok-kelok saya melihat rumah-rumah panggung dengan pohon rambutan yang buahnya telah mulai ranum, mengingatkan saya akan kebun mertua yang telah lama tidak saya kunjungi. Mengapa saya merasa serindu ini? Saya kemudian tertidur, tidur yang lama dan pulas, saya baru terbangun saat telah melewati jembatan di atas sungai Mahakam yang membelah kota Samarinda.
SAMARINDA!!!!! AKU DATANG....
#Nowplaying Walking-SuJu
8 Comments
lol. anak sma/kuliah, pekerja tambang, gadis TKW. pengamatanmu kayanya bisa saingi metode deduksinya Holmes. kereen, dwi
ReplyDeleteberapa lama tuh waktu tempuh'a ?
ReplyDeletepasti perjalanan yg melelahkan, sampai ketiduran begitu :)
iya balikpapan-samarinda memang sekitar 3 jam. dulu saya juga pernah kesana. di samarinda ada pulau kecil di tengah sungai, tapi lupa namanya :p
ReplyDeletemet jalan2 ya....have fun...
ReplyDeleteNugroho: Metode deduksi Holmes beda dikit dengan sotoy si :)) hahaha
ReplyDeletebtw thanks ya dah mampir ^^
Andy: 3 jam dari Balikpapan ke Samarinda :) tidurnya pules karena sebelumnya tidurnya jam 4 pagi u.u
Mas Eka: Namanya Tenggarong mas ^^
Froggy: Thanks gy :*
mengingatkan 3 tahun yang lalu, saat saya pertama kali menginjakkan kaki di kalimantan :) nice, keren, (Y)
ReplyDeletemenceritakan sebuah perjalanan dengan seindah itu, keren banget!
ReplyDeleteFahrul: Sekarang tinggalnya di Kalimantan mana? Makasih sudah mampir ^^
ReplyDeleteOcha: Wah makasih >.< *terharu* hehehe
Terimakasih atas komentarnya :) Maaf untuk yang meninggalkan komen dengan link hidup, terpaksa saya hapus. Juga yang komennya dibaca brokenlink terpaksa saya hapus.