Mataku terpaku pada sosok wajah sederhana dari jendela pete-pete di depanku. Wajah yang tak begitu cantik, biasa saja, hanya terlihat begitu menarik dengan caranya sendiri. Rambutnya yang ia gulung ke atas, menampakkan struktur tulang pipi yang tinggi itu terlihat sibuk berfikir. Matanya, matanya membuat ku merinding, mata yang penuh duka. Ingin rasanya ku pacu kendaraanku agar dapat bersisian dengan pete-pete itu, sehingga wajahnya dapat ku lihat dengan jelas. Wajah yang begitu menarik, yang menghantui mimpi-mimpi liarku selama ini.
.....
Seminggu kemudian...

Terbersit rasa ingin menyapanya, tapi kuurungkan saat melihat tatapannya yang sedingin es dan postur tubuhnya yang kaku seakan meneriakiku "Jangan ganggu aku!!!"
Hujan semakin deras, guntur dan halilintar bergantian menyela, senjapun perlahan turun. Dia mulai gelisah. Sesekali mengecek jam dan memainkan HP-nya. "Mungkinkah dia menunggu seseorang?"
Tak beberapa lama, senjapun lenyap ditelan malam. Hujan tidak sedikitpun bertanda akan berhenti. Satu kebulatan tekad kulihat terlukis diwajahnya yang manis. Ya, dia sangat manis setelah kulihat dari dekat. Tapi sayang, wajah manis itu tak sedikitpun dibalut tawa. Duka. Hanya duka dan kekecewaan.
Sekali lagi dia mengecek jamnya, kemudian ia berlari menembus hujan dan lenyap dibalik tirai air tersebut. Sial sebenarnya. Saat itu aku sudah bertekad untuk menawarkannya sebuah payung dan berharap bisa sedikit mendengarkan suaranya.
.....
Dua hari kemudian...
Apakah ini pertanda? Akan adanya suatu perkenalan? Aku bertemu dengannya lagi. Di sebuah pusat perbelanjaan, saat aku membeli beberapa buku. Aku melihatnya...
Dengan tawa diwajah dan matanya. Dengan canda yang sesekali terlontar dari bibir manisnya. Bersama kedua temannya, dia tampak begitu berbeda dari dua pertemuan yang lalu. Bila dapat dikatakan itu sebuah pertemuan.
Mawar namanya, begitu kudengar teman-temannya memanggilnya. Mawar... Nama yang indah, seindah pemiliknya. Sayang... Seperti pertemuan-pertemuan yang lalu, dia berlalu. Dia menghilang diantara lautan orang-orang yang memadati pusat perbelanjaan ini. Dan aku, hanya bisa terpekur, mematung, melongo, dan tak jua memiliki keberanian untuk menyapanya. Sebuah perasaan berbisik, "Ini pertemuan terakhirku dengannya." Hanya tinggal sesal di sini.
Seminggu...
Sebulan...
Setahun...
Tak pernah lagi sosoknya kulihat dalam hidup ku, bahkan dalam mimpi ku. Wajahnya kian memudar dari sela-sela ingatanku. Senyuman manis dari pertemuan setahun yang lalu hanya tinggal bayangan samar.
“Satu karavan sudah berhenti, satu caravan lain akan berangkat. Aku akan berjumpa dengan orang-orang baru; aku tak akan berjumpa lagi dengan sebahagian orang lain. Ada orang yang kelak akan meninggalkanku, ada orang yang hanya akan berpapasan denganku. Bahkan bila kita telah bertukar sapa pun, perlahan-lahan kenangan akan hilang. Aku harus tetap berjalan, seperti aliran sungai di depan mataku.”
Senja yang biasa di hari ini, seperti di hari-hari lainya untuk ku. Hanya mentari yang enggan terbenam hingga pukul setengah tujuh.
Sebuah sms datang dari mu. Sms yang bercerita tentang betapa indahnya senja yang dilukis pelangi, dua pelangi di sana.
Aku ingin turut memandangnya bersama mu...
Bisakah engkau mengabadikannya dalam selembar foto untuk ku?
Sebuah sms datang dari mu. Sms yang bercerita tentang betapa indahnya senja yang dilukis pelangi, dua pelangi di sana.
Aku ingin turut memandangnya bersama mu...
Bisakah engkau mengabadikannya dalam selembar foto untuk ku?
Sang pengintai malam.
Sang pencuri mimpi.
Sang pendatang lelah.
Sang perusak jasad.
Sang perampas muda.
Datang lagi malam ini...
Bingung? Ya saya juga bingung, lebih malah. Tidak ada kata yang dapat terangkai dan tak ada kalimat yang dapat tersusun. Sekalinya ‘dapat’, semuanya hanya sampah yang tak dapat didaur ulang.
Dan maafkan dan maklumkan bila blog ini (akhir-akhir ini) hanya berkisah keluh dan kesah. Maaf...
Dan maafkan dan maklumkan bila blog ini (akhir-akhir ini) hanya berkisah keluh dan kesah. Maaf...
Siapa yang menyangka perputaran roda kehidupan bisa seperti ini? Yang awalnya baik-baik saja, bisa hancur begitu saja. Apakah memang baik-baik saja atau aku yang terbuai hingga tak melihat retakan-retakan itu?
Begitu mudah...
Yang begitu lama terjaga dan terawat, hanya dengan senggolan kecil bisa hancur. Rasanya seperti mimpi buruk! Ya mimpi buruk, hanya saja mimpi buruk berakhir ketika kita terbangun, ini tidak.
_Kamis 6 Januari 2011, 2.44am
Begitu mudah...
Yang begitu lama terjaga dan terawat, hanya dengan senggolan kecil bisa hancur. Rasanya seperti mimpi buruk! Ya mimpi buruk, hanya saja mimpi buruk berakhir ketika kita terbangun, ini tidak.
_Kamis 6 Januari 2011, 2.44am
Kami tidak meminta untuk diistimewakan atau berusaha merebut kekuasaan tertentu. Yang sebenarnya kami inginkan adalah sederhana, bahwa, mereka mengangkat kaki mereka dari tubuh kami dan membiarkan kami berdiri tegap sama seperti manusia lainya yang diciptakan Tuhan.
_ Sarah Grimke, 1837