- Semakin mengenal Allah
- Dapat kerja atau setidaknya punya penghasilan sendiri
- Pindah dari Sastra Jepang
- Rajin kuliah
- Gak ada nilai C di semua mata kuliah yang kuambil, minimal B-
- Mengontrol emosi, jangan suka marah-marah tidak jelas
- Rajin olahraga dan menjaga kesehatan
- Punya Macbook air
- Punya Samsung Corby
- Jangan boros, tahan diri kalau mau belanja.
Awalnya ke Promedia untuk nemenin Pai cari tas-tas buat proposalnya, ternyata di sana lagi ada diskon besar-besaran. Ya ampun, ko ada diskon sih? Padahal aku tidak punya uang sepeserpun. Segera aku jatuh hati pada beberapa buku , tapi… hiks hiks hiks… tidak punya uang.
Ada satu buku yang paling menarik perhatian ku, judulnya “The Sisters Grimm”. Harganya tinggal dua puluh ribu. Hiks… Pengen beli!!!
Buku ini bercerita tentang dua orang bersaudara Grimm yang hidupnya berubah saat mereka pulang sekolah dan tidak menemukan ke dua orangtuanya. Belum cukup itu saja, tiba-tiba panti asuhan mengirim mereka untuk tinggal bersama sang nenek-yang sudah lama dikabarkan meninggal! Menurut Nenek Relda Grimm, mereka adalah keturunan Grimm bersaudara, yang telah menghasilkan karya-karya klasik tentang dongeng dan keajaiban. Yang lebih mengagetkan, tokoh-tokoh ciptaan para leluhur itu, seperti Putri Salju dan Jack si Penakluk Raksasa, hidup di Ferryport Landing, kawasan tempat Nenek Relda tinggal! Keadaan bertambah gawat ketika Nenek Relda diculik raksasa.
Ya ampun pengen banget beli tuh buku!!! Segera deh kepalaku sakit, mending ku keluar saja dari ni Promedia, biar Pai menyelesaikan pembayarannya sendiri. Mungkin karena kasian lihat muka ku, ternyata dia beliin aku buku itu!!! Duh senengnya… hehe… Thanks sayang…


Dunia Sophie
Jostein Gaarder
Penerbit: Mizan
Penyunting: Rahmani Astuti
Disain sampul: G. Ballon
Jostein Gaarder
Penerbit: Mizan
Penyunting: Rahmani Astuti
Disain sampul: G. Ballon
Mungkin gak ada kata BOSAN MEMBACA bila mengenai "Dunia Sophie" (Walaupun emang semua buku ku baca berulang-ulang). Sangat menyenangkan belajar filsafat yang dikemas dalam sebuah novel dan novel itu pun merupakan sejarah filsafat.
Buku ini bercerita tentang sophie, seorang pelajar sekolah menengah berusia empat belas tahun. Suatu hari sepulang sekolah, dia mendapat sebuah surat misterius yang hanya berisikan satu pertanyaan: "Siapa kamu?". Belum habis keheranannya, pada hari yang sama dia mendapat surat lain yang bertanya: "Dari mana datangnya dunia?". Seakan tersentak dari rutinitas hidup sehari-hari, surat-surat itu membuat sophie mulai mempertanyakan soal-soal mendasar yang tak pernah dipikirkannya selama ini. Dia mulai belajar filsafat.
Apa yang bisa kulakukan untuk burung kecil? Yang jatuh dari atas dan tak bisa terbang lagi? Yang hanya bisa bertengker diam. Apa yang bisa kulakukan untuk mu burung kecil?
Makan dan minum pun, kau tak bisa, hanya bisa bertengker dengan mata tertutup. Tiadakah yang bisa kulakukan untuk mu? Hanya bisa diam menunggumu kaku dan mendingin? Hanya bisa itu? Tidak ada kah?
(Jumat, 27 November 2009)
Bagaimana kabar burung kecil hari ini? Apakah ia telah menutup mata? Ataukah telah kembali terbang? Atau keadaannya masi sama seperti saat ia kutemukan? Hujan akan turun, apakah dia kedinginan? Apakah ia telah makan? Bagaimana kabar burung kecil di hari ini?
(Sabtu, 28 November 2009)
Saatku pulang, kutemukan si burung kecil terbujur kaku dalam posisi sayap yang mengembang. Apakah ia ingin terbang? Saat tahu ia tak bisa ia menyerah? Ataukah ia terbang menuju penciptanya?
Burung kecil, yang bisa kulakukan hanya membungkusmu dengan tisu dan menguburkanmu di depan rumahku. Hanya itu yang bisa kulakukan burung kecil.
Makan dan minum pun, kau tak bisa, hanya bisa bertengker dengan mata tertutup. Tiadakah yang bisa kulakukan untuk mu? Hanya bisa diam menunggumu kaku dan mendingin? Hanya bisa itu? Tidak ada kah?
(Jumat, 27 November 2009)
Bagaimana kabar burung kecil hari ini? Apakah ia telah menutup mata? Ataukah telah kembali terbang? Atau keadaannya masi sama seperti saat ia kutemukan? Hujan akan turun, apakah dia kedinginan? Apakah ia telah makan? Bagaimana kabar burung kecil di hari ini?
(Sabtu, 28 November 2009)
Saatku pulang, kutemukan si burung kecil terbujur kaku dalam posisi sayap yang mengembang. Apakah ia ingin terbang? Saat tahu ia tak bisa ia menyerah? Ataukah ia terbang menuju penciptanya?
Burung kecil, yang bisa kulakukan hanya membungkusmu dengan tisu dan menguburkanmu di depan rumahku. Hanya itu yang bisa kulakukan burung kecil.
Kesederhanaan itulah yang paling indah. Coba kau lihat senja di hari ini (Selasa 17 November 2009), titik gerimis dan mega merah yang menyatu, memuaskan mata dan telinga.
Pohon Flamboyan yang begitu ramah di bulan ini, menggugurkan daunnya dan menggantikannya dengan bunga merahnya yang bermekaran memenuhi ranting dan cabangnya, begitu sedap dipandang. Dan disampingnya ada pohon yang terbaring mati dan kecoklatan, kontras memang, tapi entah mengapa begitu indah di hari ini.
Haha..jadi melankolis deh.
Mendengar para lelaki menceritakan masa lalu mereka, mungkin masa kejayaan mereka, lucu juga. Ditemani buku notes dan spidol biruku, kurasa ini harus diabadikan (cieleh…bahasanya!haha).
Ada keindahan dari kesederhanaan ini.
Semakin gelap, semakin banyak diantara mereka bercerita…
Mengenang…
Tertawa…
Tentu saja aku bukan bagian dari cerita itu, aku hanya penguping kecil atau mungkin pengamat kecil.haha…
Wow…kurasa aku aku harus segera pulang, sudah semakin gelap dan serbuan nyamuk tak tertahankan lagi.
Pohon Flamboyan yang begitu ramah di bulan ini, menggugurkan daunnya dan menggantikannya dengan bunga merahnya yang bermekaran memenuhi ranting dan cabangnya, begitu sedap dipandang. Dan disampingnya ada pohon yang terbaring mati dan kecoklatan, kontras memang, tapi entah mengapa begitu indah di hari ini.
Haha..jadi melankolis deh.
Mendengar para lelaki menceritakan masa lalu mereka, mungkin masa kejayaan mereka, lucu juga. Ditemani buku notes dan spidol biruku, kurasa ini harus diabadikan (cieleh…bahasanya!haha).
Ada keindahan dari kesederhanaan ini.
Semakin gelap, semakin banyak diantara mereka bercerita…
Mengenang…
Tertawa…
Tentu saja aku bukan bagian dari cerita itu, aku hanya penguping kecil atau mungkin pengamat kecil.haha…
Wow…kurasa aku aku harus segera pulang, sudah semakin gelap dan serbuan nyamuk tak tertahankan lagi.
Angin musim gugur,
tiuplah awan yang menghalangi
kecerlangan murni sang rembulan,
dan enyahkanlah jauh-jauh
kabut yang menyelubungi hatiku.
Kini aku menghilang,
apa yang harus kupikirkan tentang itu?
Kita semua datang dari angkasa.
Dan kini aku akan kembali.
Setidaknya.
_Hojo Ujimasa (1538-1590)
tiuplah awan yang menghalangi
kecerlangan murni sang rembulan,
dan enyahkanlah jauh-jauh
kabut yang menyelubungi hatiku.
Kini aku menghilang,
apa yang harus kupikirkan tentang itu?
Kita semua datang dari angkasa.
Dan kini aku akan kembali.
Setidaknya.
_Hojo Ujimasa (1538-1590)
Dia Hidup sendiri.
Dia kesepian.
Dia mencari teman yang seukuran dirinya.
Dia bertempat tinggal di hutan dekat rumahmu. Mengajak anakmu, adikmu, keponakanmu, cucumu bermain hingga mereka lupa semuanya. Memikatnya dengan nyayian dan tawa kekanak-kanakannya. Tak ada satu pun anak yang sanggup menolak pesonanya, tak akan ada yang sanggup.
Jarang ada yang kembali bila telah berada di rumahnya. Mereka bermain dan terus bermain. Mereka akan abadi dan tak akan dewasa sepanjang hidupnya hingga mereka membuat rumah sendiri dan memikat teman-teman barunya.
Orang-orang menyebutnya setan nakal, hantu penculik, hobgoblin…
Dia menyebut dirinya “Teman anak kecil”
Si mulut besar ini tidak bisa berhanti mengoceh hingga tak sadar ia menyinggung perasaan banyak orang.
Dia tak bermaksud untuk itu.
Dia tak menyangka akhirnya akan begini.
Bukan itu yang dia harapkan
Dia tak bermaksud untuk itu.
Dia tak menyangka akhirnya akan begini.
Bukan itu yang dia harapkan
Beberapa hari yang lalu sempat koment-kometnan dengan teman ku di FB, dia berkata “ Ka saya menaati peraturan dan jadi anak yang baik selama jadi MaBa makanya saat bahalma* gak dapat jatah (di pukul).” (Yah kurang lebih begitulah yang ia katakan)
Menurutku…
Ada perbedaan mendasar antara:
“Menaati peraturan” dengan “Takut ma senior”
“Anak yang baik” dengan “Penjilat dan cari muka di senior”
“Patuh” dengan “Menjual hak asasi sendiri”
Hanya untuk orang-orang yang berfikir menggunakan otaknya dan harga diriyang bisa mengerti ini.
Untuk anak-anak Hoshi08!!!
Ket:* semacam pengkaderan
Menurutku…
Ada perbedaan mendasar antara:
“Menaati peraturan” dengan “Takut ma senior”
“Anak yang baik” dengan “Penjilat dan cari muka di senior”
“Patuh” dengan “Menjual hak asasi sendiri”
Hanya untuk orang-orang yang berfikir menggunakan otaknya dan harga diriyang bisa mengerti ini.
Untuk anak-anak Hoshi08!!!
Ket:* semacam pengkaderan

Ok. Hari rabu telah menjadi hari yang sangat membosankan bagi ku. Di rumah seharian dan tidak melakukan apa-apa hanya makan dan tidur saja, sukur-sukur kalau ada buku yang bisa dibaca. Nah kalau tidak ada?
Arghhhh…
Ditambah lagi pemadaman listrik bergilir yang dilakukan PLN. Jadi deh hari mengeluh takberkesudahan…
Arghhhhh….
I DON’T LIKE RABU!!!

Post ini untuk angkatan 2007 Sastra Jepang UNHAS...
Aduh ka' baru ngerasa jadi senior ya???
Atau baru ngerasa jadi pengurus???
Apa hak kamu melakukan "itu" terhadap MABA mu???
KAMPUNGAN!!!
gak tau HAM ya? Suka-suka mereka deh mau pakai baju apa, bergaya bagaimana, gak senyum ke kamu. Siapa si lo? SIBUK!!!
Sirik ya???
kasian...
Tik tak tik tok tik tak tik tok (Suara jam berdetak)
…
Bum!!! (Suara bantingan pintu)
“Sialan!!!”
“???”
“Kau!??”
“Apa? Mengapa kau pulang dengan lagak seperti itu?” (Emosi terkontrol)
“Dimana kau saat kejadian itu berlangsung?” (Mendidih)
“Itu bukan urusanmu!” (Berjalan menuju pintu)
“Bila mengenai kau itu sudah menjadi urusanku!” (Mencekal)
“Lepaskan aku!”
“Dimana kau saat itu?” (Masih mencekal)
“Dimana aku itu bukan hal penting, LEPASKAN AKU!”
(Melepaskan cekalan dan membiarkannya berlalu)
…
Dua hari yang lalu
“Kau minum, benarkan?” (Menyodorkan minuman)
“Ya.”
“Dia tahu kau ada disini?”
“Entahlah…” (Cuek)
…
Sekarang
“Perempuan berengsek!” (Menghempaskan badan ke sofa)
(Hening, sesekali terdengar helaan nafas)
…
Setahun yang lalu
“Aku hamil.”
“Apa? Benarkah? Kau sudah kedokter? Kau seriuskan?”
“Ya aku serius,” (Geli) “Aku belum kedokter, aku ingin memeriksanya bersamamu.” (Tersenyum)
“Lalu, dari mana kau tahu…”
“Bahwa aku hamil? Aku perempuan sayang.” (Tersenyum)
“Ah…ya!” (Tersenyum lalu memeluk)
…
Sekarang
(Hening)
(Suara pintu dibuka)
“Kau sudah tidur?” (Berjalan mendekat) “Maafkan aku, tak seharusnya aku membentakmu.”
“Apa yang kau ragukan? Tak ada yang kusembunyikan.”
‘Yah…Tapi…Ada yang ganjal. Kau menghilang saat kejadian itu.”
“Hah!” (Memunggungi)
…
Setahun yang lalu
“Kita akan mempunyai anak!” (Memeluk dan mencium)
“Ya…Hey! Geli tau” (Tertawa dan balas memeluk)
…
Dua hari yang lalu
“Kau mencintainya?” (Agak mabuk)
“Menurutmu?”
“Hahaha…Ya! Kau mencintainya bahkan sangat tergila-gila padanya.” (Meneguk minuman) “ Meskipun dia telah kehilangan minat padamu. Hahaha… Perempuan malang! Hahaha…”
“Oh ya?” (Emosi terkontrol)
“Ya!” (Meneguk minuman) “Kau telah kehilangan simpatinya bahkan mungkin cintanya, semenjak kau keguguran.” (Sangat mabuk) “Dan dia mengira kau dengan sengaja menggugurkan anaknya.”
“Ya, ada yang memasukkan obat pencahar di makanan ku.”
“Salah sayang, salah…” (Menggelengkan kepala) “Bukan dimakananmu, bukan. Hahaha…”
“Lalu dimana? (Dengan nada bersekongkol)
“Di minumanmu, kau mau tahu siapa yang melakukannya?”
…
Sekarang
(Ikut berbaring) “Ada sidik jari mu di gelas itu.”
(Menghela nafas lalu berbalik) “Ya, aku memang bertemu dengannya.”
“Apa yang kau sembunyikan? Demi Allah, dia kakak ku, kau tak mau membantuku mencari pembunuhnya?”
( Menghela nafas) “Aku yang membunuhnya.”
…
Dua hari yang lalu
“Aku! Aku yang melakukannya! Hahaha…Tau rasa kalian.” (Mencengkram bahu si perempuan) “Aku! Aku yang pertama bertemu dengan mu, dan berengsek kalian! Menikah tanpa sepengetahuan ku! (Sangat mabuk)
(Tersenyum miris lalu merogoh tas)
DOR!!!
(Hening)
(Perlahan bangkit dari kursi dan berlalu)
“ Apa yang kau sesali dalam hidup ini?”
“Tak ada,” jawabku.
“Masa tak ada?”
“Ya tak ada!”
“Hah! Tak mungkin,” dengan nada tak percaya.
“Apa yang dapat kusesali jika aku memiliki segalanya?”, tanyaku.
“SEGALANYA? Tak mungkin!”
“Ya, SEGALANYA!”
“Apa yang kau maksud dengan segalanya itu?”
“Segalanya ya segalanya, semua yang dapat membuat seorang manusia berbahagia. Aku punya orangtua yang selalu melimpahkanku dengan kasih sayang, aku punya kakak dan keluarga yang menyayangiku, aku punya sahabat, aku punya seseorang yang selalu ada buatku, hidupku berkecukupan, aku bisa tidur dengan nyenyak, aku punya harapan dan impian, aku punya masa depan, dan terutama Tuhan selalu bersamaku. Apakah itu belum cukup?
Mintalah, maka akan diberikan kepadamu.
Carilah, maka kamu akan mendapat.
Ketuklah maka pintu akan dibukakan bagimu.
Carilah, maka kamu akan mendapat.
Ketuklah maka pintu akan dibukakan bagimu.
Pada hakikatnya, genius adalah mewujudkan gagasan yang paling sederhana.
_Charles Peguy
Dikutip dari Chicken Soup for the Soul at Work, halaman 304
_Charles Peguy
Di sebuah kota kecil nun jauh di sana, seorang pemuda memulai bisnisnya sendiri-sebuah toko kecil di tikungan jalan. Dia orang baik. Dia jujur dan ramah, dan orang-orang menyukainya. Mereka membeli barang dagangannya dan menceritakan tentang kebaikan si pemuda kepada teman-teman mereka. Bisnis si pemuda pun tumbuh berkembang dan dia meluaskan tokonya. Dalam waktu beberapa tahun saja dia berhasil mengembangkan tokonya yang pertama itu menjadi serangkaian toko dari pantai timur sampai ke pantai barat.
Pada suatu hari, dia sakit dan harus dirawat di rumah sakit. Dokter menghawatirkan hidupnya tidak akan lama lagi. Dia mengumpulkan tiga orang anaknya yang sudah dewasa dan mengajukan tantangan: “Salah seorang dari kalian bertiga akan menjadi pemimpin perusaan ini, yang sudah Bapak bina selama bertahun-tahun. Untuk menentukan siapa diantara kalian yang paling pantas menduduki jabatan tersebut, Bapak akan memberi kalian masing-masing uang satu dolar. Pergilah dan belanjakan uang satu dolar ini membeli apa pun yang kalian suka. Tetapi, kalau nanti sore kalian datang kembali menemui Bapak di rumah sakit, barang yang kalian beli dengan uang satu dolar itu harus bisa memenuhi kamar ini dari ujung ke ujung.”
Ketiga anaknya sangat bersemangat ketika mendengar terbukanya kesempatan untuk memimpin perusahaan yang sukses itu. Masing-masing pergi ke kota dan membelanjakan uangnya yang satu dolar itu. Ketika mereka kembalilagi sore harinya, sang bapak bertanya, “Anakku yang pertama , apa yang kamu lakukan dengan uang mu yang satu dolar itu?”
“Begini, Pak,” jawabnya, “Saya ke peternakan teman saya, memberikan uang itu kepadanya, dan membeli dua bal jerami.” Setelah berkata demikian, si anak keluar kamar dan masuk lagi sambil membawa dua bal jerami. Dibukanya ikatan jerami itu, lalu ditebarkannya ke udara. Selama beberapa saat, kamar itu dipenuhi jerami. Tetapi, tak lama kemudian, jerami itu berjatuhan menutupi lantai. Ternyata jerami itu tidak cukup untuk menutupi lantai kamar dari ujung ke ujung, sebagaimana yang diminta bapaknya.
“Nah, anakku yang kedua, apa yang kamu lakukan dengan uang mu yang satu dolar itu?”
“Saya pergi ke Sears (semacam toserba), Pak,” katanya, “dan membeli dua buah bantal yang isinya bulu burung.” Lalu, dia membawa masuk kedua bantal itu, membukanya, dan menebarkan isinya ke seluruh ruangan. Tidak lama kemudian, semua bulu burung itu jatuhke lantai, dan kali ini pun kamar itu tidak tertutupi sempurna oleh bulu burung tersebut.
“Anakku yang ketiga,” kata si bapak, “apa yang kaulakukan dengan uang satu dolarmu?”
“Pak, saya membawa uang dolar saya ke sebuah toko kecil seperti yang Bapak miliki bertahun-tahun yang lalu,” kata si anak ketiga. “Saya berikan uang dolar saya kepada pemiliknya dan saya minta ditukar dengan uang receh. Saya menanamkan 50 sen dalam sesuatu yang berharga, persis seperti yang dikatakan Alkitab. Lalu, saya berikan yang 20 sen ke dua buah panti asuhan di kota kita. Yang 20 sen lagi saya sumbangkan ke gereja. Sisanya ada sepuluh sen, yang saya belikan dua macam barang.”
Lalu, ia merogoh saku bajunya dan mengeluarkan sekotak korek api dan sebatang lilin. Dia menyalakan lilin itu, mematikan lampu, dan kamar itu pun dipenuhi-dari ujung ke ujung-bukan oleh jerami ataupun bulu burung, melainkan oleh cahaya.
Ayahnya sangat gembira. “Selamat, anakku. Kamu yang akan menjadi pemimpin perusahaan karena kamu telah memahami pelajaran penting dalam hidup ini. Kamu mengerti bagaimana membiarkan cahayamu bersinar. Bagus!”
Pada suatu hari, dia sakit dan harus dirawat di rumah sakit. Dokter menghawatirkan hidupnya tidak akan lama lagi. Dia mengumpulkan tiga orang anaknya yang sudah dewasa dan mengajukan tantangan: “Salah seorang dari kalian bertiga akan menjadi pemimpin perusaan ini, yang sudah Bapak bina selama bertahun-tahun. Untuk menentukan siapa diantara kalian yang paling pantas menduduki jabatan tersebut, Bapak akan memberi kalian masing-masing uang satu dolar. Pergilah dan belanjakan uang satu dolar ini membeli apa pun yang kalian suka. Tetapi, kalau nanti sore kalian datang kembali menemui Bapak di rumah sakit, barang yang kalian beli dengan uang satu dolar itu harus bisa memenuhi kamar ini dari ujung ke ujung.”
Ketiga anaknya sangat bersemangat ketika mendengar terbukanya kesempatan untuk memimpin perusahaan yang sukses itu. Masing-masing pergi ke kota dan membelanjakan uangnya yang satu dolar itu. Ketika mereka kembalilagi sore harinya, sang bapak bertanya, “Anakku yang pertama , apa yang kamu lakukan dengan uang mu yang satu dolar itu?”
“Begini, Pak,” jawabnya, “Saya ke peternakan teman saya, memberikan uang itu kepadanya, dan membeli dua bal jerami.” Setelah berkata demikian, si anak keluar kamar dan masuk lagi sambil membawa dua bal jerami. Dibukanya ikatan jerami itu, lalu ditebarkannya ke udara. Selama beberapa saat, kamar itu dipenuhi jerami. Tetapi, tak lama kemudian, jerami itu berjatuhan menutupi lantai. Ternyata jerami itu tidak cukup untuk menutupi lantai kamar dari ujung ke ujung, sebagaimana yang diminta bapaknya.
“Nah, anakku yang kedua, apa yang kamu lakukan dengan uang mu yang satu dolar itu?”
“Saya pergi ke Sears (semacam toserba), Pak,” katanya, “dan membeli dua buah bantal yang isinya bulu burung.” Lalu, dia membawa masuk kedua bantal itu, membukanya, dan menebarkan isinya ke seluruh ruangan. Tidak lama kemudian, semua bulu burung itu jatuhke lantai, dan kali ini pun kamar itu tidak tertutupi sempurna oleh bulu burung tersebut.
“Anakku yang ketiga,” kata si bapak, “apa yang kaulakukan dengan uang satu dolarmu?”
“Pak, saya membawa uang dolar saya ke sebuah toko kecil seperti yang Bapak miliki bertahun-tahun yang lalu,” kata si anak ketiga. “Saya berikan uang dolar saya kepada pemiliknya dan saya minta ditukar dengan uang receh. Saya menanamkan 50 sen dalam sesuatu yang berharga, persis seperti yang dikatakan Alkitab. Lalu, saya berikan yang 20 sen ke dua buah panti asuhan di kota kita. Yang 20 sen lagi saya sumbangkan ke gereja. Sisanya ada sepuluh sen, yang saya belikan dua macam barang.”
Lalu, ia merogoh saku bajunya dan mengeluarkan sekotak korek api dan sebatang lilin. Dia menyalakan lilin itu, mematikan lampu, dan kamar itu pun dipenuhi-dari ujung ke ujung-bukan oleh jerami ataupun bulu burung, melainkan oleh cahaya.
Ayahnya sangat gembira. “Selamat, anakku. Kamu yang akan menjadi pemimpin perusahaan karena kamu telah memahami pelajaran penting dalam hidup ini. Kamu mengerti bagaimana membiarkan cahayamu bersinar. Bagus!”
_Nido Qubein
Dikutip dari Chicken Soup for the Soul at Work, halaman 304
Hati saya hanya akan merasa damai ketika saya memaafkan, bukan menghakimi.
_Gerald Jampolsky
_Gerald Jampolsky
Saat ini aku mencapai titik jenuh, cowok itu semuanya egois!!! Selalu ingin mengubah seseorang menjadi yang diharapkannya. Kami bukan boneka, yang bisa seenaknya kalian rubah! Mengapa tak bisa menerima kami apa adanya?
Kami capek!!!
Kami jenuh!!!
Bosan bila hanya berputar-putar di situ!!! Selalu hanya masalah itu!!!
Kami capek!!!
Kami jenuh!!!
Bosan bila hanya berputar-putar di situ!!! Selalu hanya masalah itu!!!