The Firework-Maker’s Daughter
1:45 am
The
Firework-Maker’s Daughter
Copyright @
1995 Phillip Pullman
Cover/illustrations
copyright @ 2004 by Peter Bailey
Philip
Pullman raven illustration by John Lawrence
Published
by arrangement with
Random
House Children’s Books,
one part of
the Random House Group Ltd.
All rights
reserved
Putri Si
Pembuat Kembang Api
Alih
bahasa: Poppy Damayanti Chusfani
Editor:
Dini Pandia
Hak cipta
terjemahan Indonesia:
PT.
Gramedia Pustaka Utama
Diterbitkan
pertama kali oleh:
PT.
Gramedia Pustaka Utama
Jakarta, Oktober
2007
144hlm;
20cm
“Untuk membuat kembang api yang baik kau harus mencintainya, setiap
percikan kecil atau Naga Meletup. Itu saja! Kau harus menambahkan cinta ke
dalam kembang apimu, selain bakatmu.”
_Lila
Lachland dan Lila saat Lila membuat kembang api kreasinya yang pertama. |
Ibu Lila
meninggal ketika ia masih kecil. Semenjak itu ayahnya membesarkannya seorang
diri. Ia dibuatkan buaian di pojok bengkel ayahnya, dan dari sana ia bisa
melihat percikan api menari-nari serta mendengarkan desisan dan letupan bubuk
mesiu. Begitu sudah tidak lagi di buaian, Lila merangkak ke sana ke mari
mengelilingi bengkel sambil tertawa-tawa saat api menyala dan percikannya
menari-nari. Jemari kecilnya sering terbakar, tapi ayahnya memercikinya dengan
air dan menciumnya agar sembuh, dan tidak lama kemudian Lila pun bermain lagi.
Ketika Lila
sudah cukup dewasa untuk belajar, ayahnya mulai mengajarinya seni membuat
kembang api. Mulai dari membuat Naga Meletup kecil hingga berbagai jenis kembang
api yang berhasil Lila ciptakan sendiri. Mudah menebaknya, Lila pun
bercita-cita mengikuti jejak ayahnya menjadi pembuat kembang api. Tapi ayahnya
berkeinginan lain, ia ingin Lila suatu saat menikah dengan lelaki yang baik dan
menjadi seorang istri. Menyadari bahwa mereka memiliki harapan yang berbeda
membuat keduanya kanget dan untuk pertama kalinya merasa asing satu sama lain.
Ayahnya pun menolak memberitahukan kepada Lila syarat terakhir untuk menjadi
seorang pembuat kembang api.
Dengan
bantuan Chulank, sahabatnya, Lila pun mengetahui syarat untuk menjadi pembuat
kembang api adalah harus melakukan perjalanan berbahaya ke perut Gunung Merapi
untuk menghadapi Angkara Api!
Berhasilkah Lila menghadapi Sang Angkara
Api?
Terlebih ketika ia tidak mengetahui bahwa
ia membutuhkan perlindungan khusus agar bertahan terhadap jilatan Angkara Api?
Dan apa itu “Tiga bekal” yang disebut-sebut
ayah Lila dan Angkara Api?
“‘Aku tidak punya apa-apa!’ ujar Lila tersengal. ‘Aku tidak tahu
tentang air ajaib maupun Tiga Bekal- aku hanya ingin menjadi pembuat kembang
api! Dan aku akan jadi pembuat kembang api yang hebat, Razvani! Aku menciptakan
Naga Meletup yang bisa meledak sendiri dan Koin Kelip-Kelip! Aku sudah
mempelajari semua yang bisa diajarkan ayahku! Hanya itu yang kuinginkan-
menjadi pembuat kembang api seperti ayahku!’”
_Lila
Membaca buku ini
membuatku memikirkan kembali tentang hubungan seorang ayah dan putrinya yang
dipenuhi kasih sayang dan terkadang dibumbui konflik keprotektifan diantara
keduanya. Agak berbeda dengan hubungan antara ayah dan putranya yang semakin
dewasa sang putra, lebih diwarnai persaingan dan keinginan untuk keluar dari
bayang-bayang sang ayah dan menjadi yang lebih sukses dibandingkan sang ayah.
Kisah hubungan Ayah dan putrinya ini diceritakan begitu manis oleh Pullman
dengan dibumbui hal-hal yang menggelikan khas cerita anak-anak.
Dewi Bulan |
Secara keseluruhan saya
menyukai buku ini, tapi entah mengapa rasanya ada yang kurang, yang tak tahu
apa itu. Kisahnya keren, pesannya dapat, penokohannya menarik, tapi tetap saja
ada yang rasanya kurang bagi saya. Saya tidak memiliki penyesalan dalam membeli
buku ini, saya senang dapat mengoleksinya. Hanya saja mungkin dalam segi cerita
dan cara bertutur saya jauh lebih menyukai karya Kate DiCamillo, pengarang buku
anak-anak favoritku. Dan tentunya tidak benar membanding-bandingkan cara
menulis dua pengarang yang berbeda, setiap pengarang pasti memiliki cirinya
sendiri.
Saya suka tokoh
Lachland yang begitu menyayangi putrinya, Lila. Yang berjiwa besar menyadari
kesalahannya dan pada akhirnya melakukan apapun demi kebahagiaan sang putri.
Saya menyukai Lila yang berjuang demi cita-citanya dan melakukan dengan penuh
cinta apa yang ia kerjakan. Saya suka Chulank dan Hamlet, si Gajah putih yang
bisa berbicara. Kehadirannya menambah warna dan keseruan cerita ini. Dan saya
sangat menyukai Rambashi dan gerombolannya, kekonyolannya selalu sukses membuat
seya tersenyum-senyum geli. Meskipun pada awalnya saya agak merasa kehadirannya
kurang penting dalam kisah ini, tapi kemudian saya pun menyadari Rambashi dan
gerombolannya ini sangat menghibur.
Akhir cerita pun
memuaskan saya...
Dan oh ia, buku ini
memenangkan Gold Medal Smarties Prize.
Tapi perasaan kurang
itu tetap saja saya rasakan...
“Dunia sendiri merupakan ilusi. Segala yang ada berkelip seperti api selama sesaat, kemudian lenyap. Satu-satunya yang abadi adalah perubahan.”
_Razvani
4 komentar
Secara keseluruhan saya menyukai buku ini, tapi entah mengapa rasanya ada yang kurang, yang tak tahu apa itu.
ReplyDeletegua kadang ngerasa githu abis baca buku2nya jacqueline wilson, hahahaha :)) mungkin tanpa sadar gua membanding2kan dia dengan enid blyton :D
Aku belum sempat baca buku-buku Jacqueline >.<
Deleteayooo.. comot bukunya jacqueline buat dibacaa :))
DeleteHiks segera deh dibacanya >.< *bengong lihat tumpukan buku*
ReplyDeleteTerimakasih atas komentarnya :) Maaf untuk yang meninggalkan komen dengan link hidup, terpaksa saya hapus. Juga yang komennya dibaca brokenlink terpaksa saya hapus.