Puasa Ketiga: Masih Seputar Pertanyaan
2:51 am
“Dan sampaikan berita
gembira kepada mereka yang beriman dan berbuat baik, bahwa bagi mereka
disediakan surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya. Setiap mereka
diberi rezeki buah-buahan dalam surga-surga itu, mereka mengatakan: “Inilah
yang pernah diberikan kepada kami dahulu.” Mereka diberi buah-buahan yang
serupa dan untuk mereka di dalamnya ada isteri-isteri yang suci dan mereka
kekal di dalamnya.”
_Al-Baqarah ayat 25
Saat pertama membaca
terjemahan ayat tersebut saya langsung bertanya-tanya... lalu bagaimana dengan
perempuan? Apakah mereka juga mendapatkan suami-suami yang suci di surga nanti?
Ataukah mereka itulah isteri-isteri yang suci tersebut?
Jika merekalah isteri-isteri
tersebut, saya merasakan bahwa masuk surga itu menakutkan! Kenapa? Lihat
kalimat di atas, “isteri-isteri”, itu berarti jamak, lebih dari satu. Apakah
berarti di surga nanti kami perempuan-perempuan akan di poligami. Itu
mengerikan!!! Di dunia saja saya tidak ingin menjadi isteri yang kesekian atau
berbagi suami, apa lagi di surga. Di tempat yang kekal itu (sok banget ya kayak
masuk surga saja).
Nah itu pemikiran awal
saya saat pertama kali membaca terjemahan Al-Baqarah ayat 25 itu. Kalau tidak
salah, saya membacanya saat duduk di kelas 6
SD atau mungkin SMP kelas 1. Diantaranyalah...
Setelah SMA, saat sudah
mendekati lulus, saya barulah kembali tertarik membaca Al-Quran dengan
terjemahannya dan menemukan ayat ini kembali. Saya pun masih merasa risih. Bagaimana
ini? Dimana tempat perempuan di surga nanti? Apakah sekali lagi, maaf, menjadi “pelayan”
lelaki? Maafkan pemikiran saya ini. Masalahnya di masyarakat saya sering
memperhatikan diskriminasi perlakuan terhadap perempuan, seringnya dengan
embel-embel Islam.
Saya muak membaca
statistik tingginya kekerasan terhadap perempuan. Saya muak dengan sterotip
masyarakat yang sering menyalahkan korban pelecehan seksual dengan dalih
pakaian mereka yang minim atau tingkah laku mereka yang kecentilan. Saya muak
dengan pembenaran tugas-tugas domestik adalah pekerjaan perempuan. Dan saya
menentang yang namanya poligami. Yiahh terserah deh bagi perempuan yang mau di
poligami, itu urusan mereka, meskipun saya merasa mereka perempuan bodoh dan
putus asa sehingga mau saja diperlakukan seperti itu. Tapi apalah artinya pendapat
saya bagi mereka? Mungkin saja mereka berbahagia dengan keadaan itu. Tapi jika
saya? Oh no!!! Terimakasih, banyak lelaki di luar sana yang antri untuk
menjadikan saya istrinya. (maaf ye kalo kegeeran) Dan jika ternyata tidak, saya
sangat siap untuk single seumur hidup. Toh seks bisa saja dilakukan tanpa
berumah tangga.
Lalu bagiamana dengan
Rasullullah yang melakukan poligami? Apakah saya tidak menyukainya juga?
Sayangnya, saya memuja Rasulluah. Saya mencintainya. Saya mengerti kami hidup
di zaman yang berbeda. Saya memahami beliau melakukan itu bukan karena nafsu,
tapi keinginan untuk memuliakan perempuan. Entahlah, saya tidak bisa
mengemukakan alasan yang baik mengapa saya tidak menyukai lelaki yang
berpoligami tetapi begitu mencintai Rasullullah. Hey, Rasullulah cuma satu,
saya yakin laki-laki lain tak ada yang bisa seadil dia.
Kembali ke ayat tadi,
setelah merenung sendirian, saya tiba-tiba kepikiran, kok saya bisa meragukan
keadilan Sang Kekasih. Ahhh pastilah yang di maksud ayat itu perempuan pun akan
mendapatkan suami-suami yang suci di surga nanti. Atau lebih baik lagi, pasangan-pasangan
yang saling mencintai akan bertemu kembali. Ya, pasti seperti itu. Mungkin saja
karena keterbatasan bahasa, atau adanya bahasa Arab yang tidak memiliki padanan
kata dengan bahasa Indonesia sehingga terjemahannya seperti itu. Dan ketika
saya membuka-buka Al-Quran lain, yang juga memiliki terjemahan, ada sedikit
perbedaan penerjemahan di ayat itu; ada yang menggunakan pasangan-pasangan ada
juga yang saya temui menggunakan bidadari-bidadari. Hal itu meyakinkan saya.
Nah ketika membaca
kembali terjemahan ini saat menunggu subuh tadi, terlintas sebuah pemikiran
yang aneh lagi; lalu bagaimana jika seandainya saya duluan meninggal
dibandingkan suami dan dia menikah lagi. Bagaimana tempat kami di akhirat
nanti? Karena bahkan di akhirat pun, sekali lagi, saya tidak berniat berbagi
suami. Hmmm... Sepertinya saya harus membuat perjanjian, jika saya meninggal
terlebih dahulu dan ia menikah lagi, hubungan kami berakhir juga di saat itu.
Di akhirat nanti, ketika semua manusia dikumpulkan, silahkan dia bersama
istrinya dan saya sendirian saja dengan Sang Kekasih.
Hah, saya ini suka
kepikiran hal aneh ya? :p
Buka kali ini, sudah
terduga, kembali kemenu asal, INDOMIE!!!!!
0 komentar
Terimakasih atas komentarnya :) Maaf untuk yang meninggalkan komen dengan link hidup, terpaksa saya hapus. Juga yang komennya dibaca brokenlink terpaksa saya hapus.