An Artist of The Floating World
12:49 am
An Artist of
The Floating World
By Kazuo
Ishiguro
Copyright @
Kazuo Ishiguro 1986
All rights
reserved
Masa Penuh
Kebimbangan
Alih
Bahasa: Rahma Wulandari
Hak cipta
terjemahan Indonesia:
Penerbit PT
Elex Media Komputindo
Penerbit:
PT Elex Media Komputindo
Jakarta,
2013
225 hlm
“Ada beberapa orang yang mengatakan bahwa orang seperti akulah yang
bertanggung jawab terhadap hal-hal buruk yang terjadi pada bangsa kita. Sejauh
yang kutahu, aku mengakui telah berbuat banyak kekhilafan. Aku menerima dengan
baik, bahwa perbuatanku sangat berbahaya untuk bangsa kita, dan diriku
merupakan bagian dari pengaruh yang menghasilkan penderitaan luar biasa untuk
bangsa ini. Aku mengakuinya.”
_Masuji Ono
Jika pada
suatu hari yang cerah, kau mendaki jalan curam ke arah bukit dari jembatan kayu
kecil yang dikenal sebagai “Jambatan Keraguan”, kau akan mendapati atap rumahku
tampak di antara ujung dua pohon gingko. Bahkan, meskipun posisi rumahku tidak
terlalu strategis, bangunan itu masih akan tetap mencolok dibandingkan dengan rumah
lain di sekitarnya, dan kau akan mendapati dirimu membayangkan sekaya apa
pemiliknya.
Namun, aku
bukan, dan juga tidak pernah, menjadi orang kaya. Aku adalah Masuji Ono,
seorang seniman bohemian dan propagandis imperialisme Jepang selama masa perang.
Tetapi kini perang telah berakhir dan Jepang kalah. Istri dan putraku terbunuh.
Lalu apa yang tersisa padaku?
Ini kali pertama saya
membaca novel karangan Kazuo Ishiguro. Saya mengenal pengarang ini dari sebuah
film yang diangkat dari novelnya yang berjudul sama dengan filmnya, “Never Let
Me Go”. Filmnya sangat menyentuh dan membuat saya bertekad untuk membaca dan
memiliki novel tersebut. Sayangnya saya tidak menemukannya. Lama baru sebuah
blog yang saya kunjungi mengadakan giveaway berhadiah novel ini, sayangnya lagi
saya tidak memenangkannya. Saya bertekad setidaknya membaca satu saja novel
karangannya, selain karena begitu menyukai filmnya saya juga terpengaruh
iming-iming bahwa salah satu novelnya masuk dalam 1001 buku yang wajib kau baca
sebelum mati. Meskipun saya tidak tahu novel yang mana. Nah ketika menemukan
novel ini di Gramedia, saya pun membelinya.
Novel ini sendiri
berkisah tentang Masuji Ono seorang pelukis terkenal di zamannya. Melalui
lukisannya ia mendukung dan mengajak masyarakat Jepang untuk mendukung
Imperialisme Jepang di saat itu. Ketika perang berakhir, istri dan putranya
meninggal, putri-putrinya mengalami kesusahan karena pekerjaannya dahulu,
menantunya menyalahkannya, dan murid kebanggaannya membencinya.
Dia menyadari
kekhilafan yang ia lakukan dan berusaha tetap hidup dan menjalani hari-harinya.
Dia menyesal atas apa yang ia lakukan dahulu dengan sadar dan rasa bangga,
meskipun menyesali tindakannya, ia tahu ia melakukannya karena kecintaannya
pada negaranya dan ketidakpuasannya pada pemerintahan yang sebelumnya. Ia
menerima masa lalu dan kesalahannya dan berharap negaranya akan segera sembuh
dari penderitaan yang ia timbulkan~
“...orang-orang seperti aku dan dia, kami puas karena sadar bahwa apa pun
yang pernah kami perbuat, kami melakukannya dengan keyakinan kuat.”
“Setidaknya kita bertindak sesuai dengan keyakinan kita dan melakukan
yang terbaik sesuai kemampuan kita. Karena bagaimanapun seseorang yang datang
dari masa depan untuk menilai kembali pencapaiannya, pasti akan selalu
menenangkan saat mengetahui bahwa kehidupan orang itu berisi moment-moment
kepuasan sejati seperti yang kualami hari itu di jalan setapak menuju
perbukitan.”
Saya menyukai pemilihan
kata di novel ini, kata-katanya mengalir dengan indah. Deskripsi yang banyak
pada kisah ini juga membuat kita dapat membayangkan tempat-tempat dan keadaan
di saat itu. Hanya saja kesopanan ala Jepang, yang bagi saya terlalu banyak
basa-basi itu menjengkelkan. Juga terdapat banyak typo yang fatal di
tempat-tempat tertentu, seperti salah pencetakkan nama yang menimbulkan
kebingungan ketika membacanya.
Untuk segi isi dan
cerita novel ini tentang kebimbangan, menyadari dan memahami kesalahan yang
telah dilakukan dan dampaknya pada orang lain, mengakui kesalahan dan pada
akhirnya berdamai dengan masa lalu itu, bagi saya memberikan banyak, kalau
tepat dikatakan, pelajaran yang berharga untuk saya. Saat-saat tersulit adalah
mengakui kesalahan yang kita perbuat dan kemudian memaafkan dan berdamai dengan
diri sendiri~
Hanya saja apakah
kesalahan dapat dimaafkan begitu saja? Terlebih si tokoh utama ini hanya
memikirkan kesalahan yang ia lakukan pada negara serta masyarakat Jepang saja.
Bagaimana dengan negara-negara dan masyarakatnya yang menjadi korban imperialisme
Jepang itu? Ucapan permintaan maaf pun tak ada? Saya sangat tidak menyukai
sebuah kalimat penutup pada novel ini.
“Tampaknya, apa pun kesalahan yang sempat diperbuat di masa lalu oleh
bangsa kita, kini mendapatkan kesempatan baru untuk direlakan.”
0 komentar
Terimakasih atas komentarnya :) Maaf untuk yang meninggalkan komen dengan link hidup, terpaksa saya hapus.